Minggu, 22 Maret 2015

Penyesalan Cintaku


Fahrezi Paramitha dan Zee, nama akrabku. Seorang yang egois, menikmati hidup semaunya sendiri, mempermainkan cinta hanya demi kepuasan. Hidupku milikku, kata-kata itulah yang membimbing di setiap hari yang ku jalani. Banyak yang bilang aku juga selalu bahagia ya mungkin karena pribadiku yang tak pernah memikirkan masalah yang menghampiriku. Namun sebuah kejadin merubah hidupku, aku berubah menjadi mengerti apa arti cinta itu sendiri. Bukanya aku mau merubah motto hidupku namun karena mengerti penyesalan.

Bukan tanpa sebab aku merubah hidupku seratus delapanpuluh derajat saat ini. Itu semua terjadi berkat ketidak puasanku. Aku yang selalu tidak pernah puas akan apa yang dia berikan kepadaku. Sebuah kutukan, atau mungkin karena cinta dari masalaluku yang membuatku tak bisa untuk melupakannya. Terlalu sering aku menyakitinya, terlalu serng aku menduakan cintanya di depannya demi mendapatkan kepuasan semata. Tapi yang aku heran dia tak pernah berusaha untuk pergi dariku. Meski aku tahu sebenarnya hatinya lelah bersamaku.

Saat itu, di sore hari aku bertemu dengan seorang lelaki tampan dan sopan perilakunya menggoda hatiku untuk memilikinya. Bertemu di sebuah poskamling di dekat rumahku, sungguh tidak ku sangka bertemu di tempat yang benar-benar tidak romantis. Dia duduk disana bersama temannya untuk menunggu seseorang. “Ngapain kamu di sini?” tanyaku. “Lagi tunggu Alvin mba.” Jawabnya. Alvin sudah tak asing lagi di telingaku ya karena dia adalah tetanggaku. “mba rumah Alvin sebelah mana ya? Kita janjian disini tapi lama banget.” “Oh sebelah sana, tapi jangan panggil aku mba, emangnya aku mbamu apa? Panggil aja Zee!” kataku tegas. “Oh ya maaf Zee, namaku Bima, aku kesana dulu ya?” sembari ke arah rumah Alvin.
Dia belalu pergi begitu saja, mematung diriku di depan pintu saat mingingat matanya yang bersinar cerah saat menatapku. Tapi ku lanjutkan lagi memasuki rumah. Ku tatap handphone ku menunggu sms dari seseorang yang saat itu menjadi kekasihku. Komunikasi seperti biasa. Dan akhirnya terlelap saatkku berbaring di tempat tidur.

Senja telah tiba dering handphoneku menggangguku. “siapa ya ganggu saja nomor baru. ya halo, ada apa ya?” Kataku. “ini aku yang ketemu yang ketemu di poskamling, inget gak?” Katanya. “Mmmh siapa ya? Oh iya Bima ya? Kamu kok tau nomor aku sih, darimana?” “Aku tahu nomor kamu dari Alvin, penasaran aja sama kamu” kata Bima. Kita bercanda tawa tanpa mengingat waktu, “Ternyata asik juga orangnya” Batinku. Mengobrol dari mulai perkenalan hingga masalah pribadi tentang pacar. “Aku sedih banget baru aja putus sama cewek aku kemaren, aku kecewa banget sama dia. Masa dia jalan sama cowok lain di depan aku.” Kata Bima lemas.

Gubrak. Suatu kecelakaan terjadi, banyak orang berbisik-bisik memandangiku. Sebuah motor menabrakku dari arah belakangku ketika ku laju motor matic merahku. Rasanya kesal hari sudah siang hari ini ada ulangan matematika pula. “Maaf iah mba aku gak sengaja tadi buru-buru” Kata anak sekolah yang berseragam putih biru gugup. “Tapi aku ganti rugi buat ini kok mba”. Kakiku terluka akibat kejadian itu. Motor kesayanganku juga rusak. Tapi entah kenapa tidak ada yang mau menolong ku meski banyak orang mondar-mandir di sekitar ku. Ya mereka hanya melihat tanpa iba.

Tiba-tiba ada seorang lelaki menghampiriku menggunakan jaket dan helm tertutup. Entah siapa itu aku tak mengenalinya. “Kamu kok bisa gini sih, Zee. Kamu gak apa-apa?” Katanya dengan kawatir. Dia membuka helmnya dan ku lihat ternyata Bima. Langsung mematung aku melihat wajahnya yang cemas memandangiku. “Kamu mau sekolah gak kalo mau tak anterin deh” Cletus Bima. Aku hanya mengangguk menahan rasa sakit di kakiku.

Bima membawa motorku ke bengkel bersama anak yang menabrakku. Anak yang menabrakku menitipkan nomor telfonnya kepadaku. “Aku antar ya?” “Apa gak kesiangan kamu anterin aku? Kita kan beda sekolah” kataku lemas. “Gak kok tenang aja kita kan satu arah”

Gerbang sekolah SMA Bina Bangsa menungguku memasukinya. Bima mengantarku sampai depan kelasku. Malu rasanya diantar cowok sampai depan pintu memasuki kelas. “Ciieeee yang diantar pacar ni yaa” Sorak teman sekelasku. Bima hanya tersenyum dan melepas tangan yang menggandengku. “Sudah ya nyampe sini aku malu, aku juga mau sekolah udah siang. Pulang sekolah aku tunggu di depan” Kata Bima pelan. “iya makasih ya” Jawabku. Dengan berjalannya waktu bayang punggungnya pun sudah tak terlihat olehku. “Siapa itu Zee?” Tanya sahabatku yang berambut panjang. “Iya siapa dia Zee, pacar baru ya? Bukanya kamu masih sama Hesma? Hahaha” Sambung sahabatku yang berambut pendek. “Calon” Jawabku singkat. Semua teman-teman menertawaiku mendengar ceritaku ketika berkenalan dengan dia.

“Teettt teetttt” Bel pulang berbunyi, berbondong-bondong semua murid meninggalkan ruang kelasnya masing-masing. Aku berjalan digandeng sahabat-sahabatku menuju depan sekolah. Kulihat bima di bawah pohon beringin depan sekolah. “Kamu mah kaya hantu ya di bawah pohon beringin? Hahaha” Kataku. “Makasih ya sob sudah anterin aku” Memandang kedua sahabatku. Aku pulang bareng Bima tapi tidak langsung pulang, kami keliling menikmati pemandangan di kota kami. Senang dan nyaman rasanya bersama dia. Katanya sih buat refreshing aja hilangin cape sewaktu belajar. “Aku bisa kok dapetin kamu, buat kamu cinta mati sama aku” Batinku percaya diri.

Hari demi hari kita lalui bersama tanpa dia tahu aku memiliki orang lain yang mencintaiku. Di hari libur dia mengajakku pergi ke suatu tempat entah kemana aku tidak tahu. Dengan semangat aku dandan secantik mungkin untuk jalan bareng sama dia. Dengan baju hitam, celana jeans, sepatu flatfrom kutambahkan topi dan beberapa gelang hitam di tanganku. “Terlihat cantik” Pikirku. “Aku mau jalan bareng sobatku dulu beb jadi mungkin lama bales sms kamu” Kataku kepada pacarku. “Iya ati-ati” Balasnya. Aku pun menunggu Bima datang ke rumahku menjemputku.

Bel berbunyi, ku buka gorden ruang tamuku. Aku lihat seorang lelaki di depan pintu. Ku buka pintunya dan ku sambut dengan senyuman manisku. “Bima, aku mau diajak kemana sih?” kataku semangat. “Mau kan aku ajak kumpul bareng temen-temen aku, temen aku lagi adain acara buat ulang tahunnya yang ke 18. Orangtuamu ada? Aku mau izin?” jawab Bima. “Orangtuaku lagi gak di rumah pada pergi ke luar negeri, aku di rumah cuma sama pembantu aku.”

Aku pun pergi bersama Bima kumpul bareng temannya di sebuah vila. Rasanya sejuk di sana melihat pemandangan indah di sekitar jalan menuju vila. Banyak pepohonan dan melewati danau. Seru juga bareng sama teman-teman Bima yang menaiki motornya masing-masing.

Perjalanan telah terlewati bersama kawanan motor besar. “Kamu cape gak Zee?” Tanya Bima cemas. “Gak dong kan kuat. Seneng ih rame Bima” Kataku. “Ya elah ada yang punya gebetan baru ni” Tegas teman cewek Bima yang memakai kacamata. “Baru calon” Kata Bima ketawa. Hanya tersipu malu dan wajah memerah di diriku. “Ayo masuk semuanya” Kata cewek yang memakai kacamata tadi. “Kok kamu bilang kaya gitu sih sama temen kamu? Aku kan jadi malu tahu. Mmh dia yang ulangtahun ya Bima?” “Iya kan nyatanya kan? Hahaha. Iya dia yang ulangtahun namanya Feronika, baik orangnya enak juga diajak bercanda. Jadi, kamu jangan marah sama aku ya cantik!” Hanya tersenyum dan anggukan sebagai simbolisku untuk menyatakan iya. Masuklah kami ke dalam vila beramai-ramai.

Senja mulai datang, matahari mulai menghilang dari tiap sudut pandang. “Ikut ke atas yuh sama aku. Aku pengen bilang sesuatu sama kamu deh.” Aku bingung Bima mengajakku ke atas. Handphone aku berdering kulihat panggilan masuk layar handphone menunjukkan tulisan “MyBb” ya itulah singkatan My Bebeb untuk kekasihku. “Bima sebentar ya ada telfon dari sodara aku ni” Dengan gugup aku pergi menjauh dari Bima. “Halo, iya beb ada apa? Jangan telfon dulu ya! Lagi rame banget nih.” Cletusku mengangkat telfon. “Kemana sih? Dari tadi diemin aku terus. Apa lagi sama cowok lain?” “Gak kok cewek semua. Halo, suaranya gak jelas beb. Halo, halooo.” Telfon pun mati dan handphoneku ku matikan.
“Siapa? Cowok kamu telfon ya?” sedih ku lihat muka Bima. “mmh bukan kok cuman sodara aku, katanya kamu mau bilang sesutu? Apa?” jawabku gugup. “ayo ya ikut akku ke atas!” jawab Bima. Digandeng tangankku oleh Bima menuju ke lantai dua. Bima menggenggam erat tanganku menatapku, aku bingung. “Zee, kamu ngerasa sesuatu gak sih? Kita kan udah kenal lama, kemana-mana bareng, apa-apa bareng.” Kata Bima malu. “iya terus?” jawabku singkat. “aku ngerasa nyaman banget dekat kamu, beneran deh. Detak jantungku juga tambah cepat ketika dekat kamu. Zee, aku suka kayaknya mah sama kamu, aku sayang kamu. Kamu mau kan jadi cewek aku?” dalam benakku tertawa terbahak-bahak, impianku tercapai untuk mendapatkannya. Simbolis anggukan aku menjawabnya tanpa memikirkan ada seseorang yang sudah menjalin hubungan. Resmi sudah hubungan aku dengan Bima.

Bercanda gurau di lantai dua hanya berdua dengan Bima tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Jam dinding menunjukkan jam delapan. “hei kalian aku cariin malah pacaran disini. Kalian mau pulang apa mau nginep sini sama temen-temen?” kata cewek yang berkacamata sambil senyum-senyum. “kita pulang aja ya? Besok kan sekolah kasian Zee takut kesiangan.” Kita berdua pulang. Aku senyum-senyum di jalan memikirkan senyum Bima dan kata-kata Bima kepadaku. “zee pegangannya yang erat iah! Nanti jatuh loh!” seru Bima kepadaku. dilajunya sepeda motornya melewati jalan pulang dari vila.

Hari-hari sudah kita lalui bersama di malam minggu Bima datang ke rumahku. Aku melihat ada sosok seorang yang datang di depan pintu. Ternyata Bima, Bima melihatku sedang duduk berdua dengan pacarku di ruang tamu. Bima langsung pergi dan meletakan bunga mawar di depan pintu. Dan mengirim pesan singkat kepadaku. “Aku tahu dia bukan kekasihmu, aku takut ganggu kamu bersama dengan temanmu. Semoga bahagia di malam minggu ini yah. Memang banyak yang bilang mereka melihatmu dengan cowok lain. Tapi tenang aja, aku percaya kalo kamu milikku.” Ku buka pintu dan kulihat mawar dan ku baca sebuah tulisan. “Besok pagi aku pergi ya ke Singapura melanjutkan sekolah aku disana bersama kakakku. Kamu jaga diri baik-baik.” Kesal rasanya ditinggal pergi olehnya. Serasa sia-sia yang udah aku lakuin untuknya.

Sudah satu bulan aku ditinggal oleh Bima. Aku berpikir “Daripada aku bete mending aku cari yang lain ajah” Batinku. Lalu akupun pergi bersama seseoranga yang baru di sampingku beberapa hari ini. Walaupun Bima tetap memperhatikanku. Tapi aku tetap hura-hura disini. Dan selang waktu ku kirimkan pasanku untuk Bima “Jika kamu memang bener-bener sayang aku, buktiin sama aku.” “Iya aku buktiin, nanti malam aku buktiin kalo aku memang benar-benar sayang sama kamu, aku datang ke rumah kamu kalo itu mau kamu. Tunggu ya nanti malam!” Aku tak mau panjang lebar lagi dengan masalah ini. Lalu kuputuskan seseorang yang ada sebagai pengganti Bima, sebagai bukti kalau aku masih menunggu Bima.

Malam yang aku tunggu pun datang tiba, tetapi hujan deras mengguyur. Ku lihat jam dinding, menunjukkan pukul delapan. Telfonku berdering “Zee tunggu sebentar ya!” ucap Bima lewat telfon. “Janji kamu mana?” Bentakku. “Iya aku tepatin kok”. Aku tunggu terasa sangat lama, dan ku lihat jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Hujan semakin deras di luar aku masih menunggu. Hingga jam duabelas malam, ada yang mengetuk-ngetuk pintu. “Bima kok baru datang? Aku kan udah lama tunggunya dari tadi.” Bima hanya tersenyum kepadaku, kini dia basah kuyup terkena hujan dan wajahnya yang pucat pasi. Aku ambilkan handuk untuknya.

Aku kembali dia masih di depan pintu hanya diam dan tersenyum melihatku. Aku pakaikan handuk itu. Tapi aku bingung handuknya tembus dari badan Bima. “Bima kok tembus kaya gini?” Rasa takut dan kawatirku memuncak. Lalu ku peluk Bima tapi alhasil tanganku tembus di badannya. Zee aku minta maaf ya buat kamu tunggu lama. Tapi aku harus kembali, semoga kamu bahagia. Aku mencintaimu.” Ucap Bima lemas. “Bima jangan!” Bentakku. Tapi bayang Bima menghilang begitu saja.

Aku tak sadar sudah di tempat tidurku terbangunkan oleh deringan telfon. “Halo Zee ini Bunda Bima, Bima udah enggak ada lagi. Udah diambil oleh Yang Maha Kuasa.” Kata Ibunda Bima terisak. “Memang Bima kenapa Tante?” Ucapku kawatir. “Semalam dia hendak pergi entah kemana, padahal jadwal dia untuk operasi tapi tetap nekat pergi. Dia sakit kanker kepala Zee.” Jawabnya. “Tapi kenapa dia tak memberitahuku?” Tanyaku pelan. “Dia takut melihatmu bersedih.” Telfon pun mati, aku tak percaya dengan berita yang ku dengar ini. Sangat menyesal telah menyuruhnya untuk ke rumahku. Kini hanya penyesalan menyia-nyiakan cinta seseorang yang sangat mencintaiku.

0 komentar:

Posting Komentar