Minggu, 22 Maret 2015

Kriteria Penilaian Cerpen

Kriteria penilaian kualitas cerpen di cerpenmu di tentukan oleh beberapa hal di bawah ini:


  • Orisinilitas atau keunikan alur cerita

  • Kerapihan cerpen dari mulai penggunaan tata bahasa yang baik (ejaan yang baik dan tidak terlalu berlebihan menggunakan bahasa “gaul” atau singkatan singkatan kata),tanda baca yang baik dan benar, kerapihan paragraf dari cerpen yang di kirim, dan sisi sisi teknis lain nya.

  • Adanya unsur kejutan dalam cerita… atau alur alur cerita yang diluar prediksi dari para pembaca, unsur seperti ini biasanya akan mampu memberikan efek unik “gereget dan penasaran” yang dapat lebih mamainkan emosi pembaca untuk terus membaca, membuat mereka semakin ingin tahu akhir cerita yang seperti apa yang akan kamu sajikan dari cerpen yang telah kamu buat.

  • Memasukan unsur Konflik batin (pertentangan batin) ke dalam cerita, ini biasanya akan menyedot para pembaca untuk masuk “lebih dalam” ke dunia cerita yang kamu buat… membuat mereka menyelami bagaimana sesungguhnya perasaan para tokoh tokoh utama cerita, juga kegalau’an yang mereka rasakan sesungguhnya dalam memutuskan sebuah keputusan yang akan menentukan alur cerita, membuat para pembaca seakan akan juga merasakan apa yang tokoh utama rasakan, rasa sakit, pedih, galau, bahagia dan lain sebagainya

  • Cara penyampaian cerita kepada pembaca, kita bisa saja semisal menemukan 3 cerpen hasil karya dari 3 orang yang berbeda dengan inti cerita yang sama, namun kemampuan si penulis A, B, dan C dalam menyampaikan isi cerita itulah yang nantinya akan sangat membedakan kualitas suatu cerita di mata para pembacanya, Kemampuan si penulis dalam memainkan emosi para pembaca melalui tulisan-tulisannya akan sangat terlihat dari cerpen yang di hasilkan.

  • Konsistensi kualitas cerpen dari hasil hasil karya sebelumnya yang pernah di terbitkan di cerpenmu. Ya, mungkin bisa di katakan ini terkesan sedikit subjektif, tapi di akui ataupun tidak, ini terjadi di belahan dunia manapun.

  • Ketika seseorang sudah menyukai hasil karya penulis tertentu, maka ada kecenderungan ia akan memberikan perhatian lebih terhadap setiap hasil karya baru dari penulis yang disukainya tersebut, dan kecenderungan dia akan selalu mencoba melihat sisi-sisi positif dari hasil karya baru dari si penulis, walaupun terkadang hasil karya barunya tidaklah sebaik hasil karya sebelumnya, namun selama kualitasnya tidak terlalu “jomplang” menurun biasanya hasil karyanya tersebut akan selalu dapat di terima dengan baik.

  • Adanya nilai-nilai positif kehidupan yang di sampaikan melalui cerpen kepada para pembaca. “Anda dapat mempengaruhi banyak orang melalui tulisan!” Hasil karya anda… cerpen cerpen yang anda buat itu akan dapat mempengaruhi cara pandang para pembaca!, ada beban moral yang anda tanggung sebenarnya ketika anda menjadi seorang penulis.

  • Ketika anda membuat sebuah cerita dan cerita tersebut memberikan kesan mendalamkepada para pembacanya, maka biasanya mereka akan menghayati itu dan sedikit banyak nilai nilai kehidupan (baik positif ataupun negatif) yang mereka terima dari cerita yang anda buat tersebut akan mereka aplikasikan di kehidupan nyata mereka!.

  • Tentunya kami akan lebih munyukai cerpen cerpen yang lebih banyak membawa nilai nilai positif kehidupan di banding cerpen yang lebih banyak membawa nilai nilai negatif… karena inilah yang menjadi salah satu “kunci utama” yang dapat membangun mental anak bangsa kedepan!, dan cerpenmu.com ingin berkontribusi dalam membangun itu!

  • Cerpen yang dapat di nikmati oleh semua kalangan menjadi salah satu sisi positif yang kami pertimbangkan juga dalam menilai kualitas suatu cerpen. Terkadang kita dapat menemukan cerpen cerpen tertentu dengan penggunaan bahasa yang begitu dalam/kompleks, sesekali hal ini memang terkadang di perlukan untuk memberikan kesanartistik dalam suatu cerpen, namun apabila hal tersebut diterapkan terlalu berlebihanmaka itu akan membuat suatu cerpen menjadi cukup sulit untuk di cerna, sehingga alur ceritanya pun jadi lebih berat untuk di nikmati oleh pembaca. Jenis cerpen seperti ini memang biasanya bagus di nikmati oleh kalangan tertentu, namun akan sulit untuk di terima oleh semua kalangan.

Penyesalan Cintaku


Fahrezi Paramitha dan Zee, nama akrabku. Seorang yang egois, menikmati hidup semaunya sendiri, mempermainkan cinta hanya demi kepuasan. Hidupku milikku, kata-kata itulah yang membimbing di setiap hari yang ku jalani. Banyak yang bilang aku juga selalu bahagia ya mungkin karena pribadiku yang tak pernah memikirkan masalah yang menghampiriku. Namun sebuah kejadin merubah hidupku, aku berubah menjadi mengerti apa arti cinta itu sendiri. Bukanya aku mau merubah motto hidupku namun karena mengerti penyesalan.

Bukan tanpa sebab aku merubah hidupku seratus delapanpuluh derajat saat ini. Itu semua terjadi berkat ketidak puasanku. Aku yang selalu tidak pernah puas akan apa yang dia berikan kepadaku. Sebuah kutukan, atau mungkin karena cinta dari masalaluku yang membuatku tak bisa untuk melupakannya. Terlalu sering aku menyakitinya, terlalu serng aku menduakan cintanya di depannya demi mendapatkan kepuasan semata. Tapi yang aku heran dia tak pernah berusaha untuk pergi dariku. Meski aku tahu sebenarnya hatinya lelah bersamaku.

Saat itu, di sore hari aku bertemu dengan seorang lelaki tampan dan sopan perilakunya menggoda hatiku untuk memilikinya. Bertemu di sebuah poskamling di dekat rumahku, sungguh tidak ku sangka bertemu di tempat yang benar-benar tidak romantis. Dia duduk disana bersama temannya untuk menunggu seseorang. “Ngapain kamu di sini?” tanyaku. “Lagi tunggu Alvin mba.” Jawabnya. Alvin sudah tak asing lagi di telingaku ya karena dia adalah tetanggaku. “mba rumah Alvin sebelah mana ya? Kita janjian disini tapi lama banget.” “Oh sebelah sana, tapi jangan panggil aku mba, emangnya aku mbamu apa? Panggil aja Zee!” kataku tegas. “Oh ya maaf Zee, namaku Bima, aku kesana dulu ya?” sembari ke arah rumah Alvin.
Dia belalu pergi begitu saja, mematung diriku di depan pintu saat mingingat matanya yang bersinar cerah saat menatapku. Tapi ku lanjutkan lagi memasuki rumah. Ku tatap handphone ku menunggu sms dari seseorang yang saat itu menjadi kekasihku. Komunikasi seperti biasa. Dan akhirnya terlelap saatkku berbaring di tempat tidur.

Senja telah tiba dering handphoneku menggangguku. “siapa ya ganggu saja nomor baru. ya halo, ada apa ya?” Kataku. “ini aku yang ketemu yang ketemu di poskamling, inget gak?” Katanya. “Mmmh siapa ya? Oh iya Bima ya? Kamu kok tau nomor aku sih, darimana?” “Aku tahu nomor kamu dari Alvin, penasaran aja sama kamu” kata Bima. Kita bercanda tawa tanpa mengingat waktu, “Ternyata asik juga orangnya” Batinku. Mengobrol dari mulai perkenalan hingga masalah pribadi tentang pacar. “Aku sedih banget baru aja putus sama cewek aku kemaren, aku kecewa banget sama dia. Masa dia jalan sama cowok lain di depan aku.” Kata Bima lemas.

Gubrak. Suatu kecelakaan terjadi, banyak orang berbisik-bisik memandangiku. Sebuah motor menabrakku dari arah belakangku ketika ku laju motor matic merahku. Rasanya kesal hari sudah siang hari ini ada ulangan matematika pula. “Maaf iah mba aku gak sengaja tadi buru-buru” Kata anak sekolah yang berseragam putih biru gugup. “Tapi aku ganti rugi buat ini kok mba”. Kakiku terluka akibat kejadian itu. Motor kesayanganku juga rusak. Tapi entah kenapa tidak ada yang mau menolong ku meski banyak orang mondar-mandir di sekitar ku. Ya mereka hanya melihat tanpa iba.

Tiba-tiba ada seorang lelaki menghampiriku menggunakan jaket dan helm tertutup. Entah siapa itu aku tak mengenalinya. “Kamu kok bisa gini sih, Zee. Kamu gak apa-apa?” Katanya dengan kawatir. Dia membuka helmnya dan ku lihat ternyata Bima. Langsung mematung aku melihat wajahnya yang cemas memandangiku. “Kamu mau sekolah gak kalo mau tak anterin deh” Cletus Bima. Aku hanya mengangguk menahan rasa sakit di kakiku.

Bima membawa motorku ke bengkel bersama anak yang menabrakku. Anak yang menabrakku menitipkan nomor telfonnya kepadaku. “Aku antar ya?” “Apa gak kesiangan kamu anterin aku? Kita kan beda sekolah” kataku lemas. “Gak kok tenang aja kita kan satu arah”

Gerbang sekolah SMA Bina Bangsa menungguku memasukinya. Bima mengantarku sampai depan kelasku. Malu rasanya diantar cowok sampai depan pintu memasuki kelas. “Ciieeee yang diantar pacar ni yaa” Sorak teman sekelasku. Bima hanya tersenyum dan melepas tangan yang menggandengku. “Sudah ya nyampe sini aku malu, aku juga mau sekolah udah siang. Pulang sekolah aku tunggu di depan” Kata Bima pelan. “iya makasih ya” Jawabku. Dengan berjalannya waktu bayang punggungnya pun sudah tak terlihat olehku. “Siapa itu Zee?” Tanya sahabatku yang berambut panjang. “Iya siapa dia Zee, pacar baru ya? Bukanya kamu masih sama Hesma? Hahaha” Sambung sahabatku yang berambut pendek. “Calon” Jawabku singkat. Semua teman-teman menertawaiku mendengar ceritaku ketika berkenalan dengan dia.

“Teettt teetttt” Bel pulang berbunyi, berbondong-bondong semua murid meninggalkan ruang kelasnya masing-masing. Aku berjalan digandeng sahabat-sahabatku menuju depan sekolah. Kulihat bima di bawah pohon beringin depan sekolah. “Kamu mah kaya hantu ya di bawah pohon beringin? Hahaha” Kataku. “Makasih ya sob sudah anterin aku” Memandang kedua sahabatku. Aku pulang bareng Bima tapi tidak langsung pulang, kami keliling menikmati pemandangan di kota kami. Senang dan nyaman rasanya bersama dia. Katanya sih buat refreshing aja hilangin cape sewaktu belajar. “Aku bisa kok dapetin kamu, buat kamu cinta mati sama aku” Batinku percaya diri.

Hari demi hari kita lalui bersama tanpa dia tahu aku memiliki orang lain yang mencintaiku. Di hari libur dia mengajakku pergi ke suatu tempat entah kemana aku tidak tahu. Dengan semangat aku dandan secantik mungkin untuk jalan bareng sama dia. Dengan baju hitam, celana jeans, sepatu flatfrom kutambahkan topi dan beberapa gelang hitam di tanganku. “Terlihat cantik” Pikirku. “Aku mau jalan bareng sobatku dulu beb jadi mungkin lama bales sms kamu” Kataku kepada pacarku. “Iya ati-ati” Balasnya. Aku pun menunggu Bima datang ke rumahku menjemputku.

Bel berbunyi, ku buka gorden ruang tamuku. Aku lihat seorang lelaki di depan pintu. Ku buka pintunya dan ku sambut dengan senyuman manisku. “Bima, aku mau diajak kemana sih?” kataku semangat. “Mau kan aku ajak kumpul bareng temen-temen aku, temen aku lagi adain acara buat ulang tahunnya yang ke 18. Orangtuamu ada? Aku mau izin?” jawab Bima. “Orangtuaku lagi gak di rumah pada pergi ke luar negeri, aku di rumah cuma sama pembantu aku.”

Aku pun pergi bersama Bima kumpul bareng temannya di sebuah vila. Rasanya sejuk di sana melihat pemandangan indah di sekitar jalan menuju vila. Banyak pepohonan dan melewati danau. Seru juga bareng sama teman-teman Bima yang menaiki motornya masing-masing.

Perjalanan telah terlewati bersama kawanan motor besar. “Kamu cape gak Zee?” Tanya Bima cemas. “Gak dong kan kuat. Seneng ih rame Bima” Kataku. “Ya elah ada yang punya gebetan baru ni” Tegas teman cewek Bima yang memakai kacamata. “Baru calon” Kata Bima ketawa. Hanya tersipu malu dan wajah memerah di diriku. “Ayo masuk semuanya” Kata cewek yang memakai kacamata tadi. “Kok kamu bilang kaya gitu sih sama temen kamu? Aku kan jadi malu tahu. Mmh dia yang ulangtahun ya Bima?” “Iya kan nyatanya kan? Hahaha. Iya dia yang ulangtahun namanya Feronika, baik orangnya enak juga diajak bercanda. Jadi, kamu jangan marah sama aku ya cantik!” Hanya tersenyum dan anggukan sebagai simbolisku untuk menyatakan iya. Masuklah kami ke dalam vila beramai-ramai.

Senja mulai datang, matahari mulai menghilang dari tiap sudut pandang. “Ikut ke atas yuh sama aku. Aku pengen bilang sesuatu sama kamu deh.” Aku bingung Bima mengajakku ke atas. Handphone aku berdering kulihat panggilan masuk layar handphone menunjukkan tulisan “MyBb” ya itulah singkatan My Bebeb untuk kekasihku. “Bima sebentar ya ada telfon dari sodara aku ni” Dengan gugup aku pergi menjauh dari Bima. “Halo, iya beb ada apa? Jangan telfon dulu ya! Lagi rame banget nih.” Cletusku mengangkat telfon. “Kemana sih? Dari tadi diemin aku terus. Apa lagi sama cowok lain?” “Gak kok cewek semua. Halo, suaranya gak jelas beb. Halo, halooo.” Telfon pun mati dan handphoneku ku matikan.
“Siapa? Cowok kamu telfon ya?” sedih ku lihat muka Bima. “mmh bukan kok cuman sodara aku, katanya kamu mau bilang sesutu? Apa?” jawabku gugup. “ayo ya ikut akku ke atas!” jawab Bima. Digandeng tangankku oleh Bima menuju ke lantai dua. Bima menggenggam erat tanganku menatapku, aku bingung. “Zee, kamu ngerasa sesuatu gak sih? Kita kan udah kenal lama, kemana-mana bareng, apa-apa bareng.” Kata Bima malu. “iya terus?” jawabku singkat. “aku ngerasa nyaman banget dekat kamu, beneran deh. Detak jantungku juga tambah cepat ketika dekat kamu. Zee, aku suka kayaknya mah sama kamu, aku sayang kamu. Kamu mau kan jadi cewek aku?” dalam benakku tertawa terbahak-bahak, impianku tercapai untuk mendapatkannya. Simbolis anggukan aku menjawabnya tanpa memikirkan ada seseorang yang sudah menjalin hubungan. Resmi sudah hubungan aku dengan Bima.

Bercanda gurau di lantai dua hanya berdua dengan Bima tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Jam dinding menunjukkan jam delapan. “hei kalian aku cariin malah pacaran disini. Kalian mau pulang apa mau nginep sini sama temen-temen?” kata cewek yang berkacamata sambil senyum-senyum. “kita pulang aja ya? Besok kan sekolah kasian Zee takut kesiangan.” Kita berdua pulang. Aku senyum-senyum di jalan memikirkan senyum Bima dan kata-kata Bima kepadaku. “zee pegangannya yang erat iah! Nanti jatuh loh!” seru Bima kepadaku. dilajunya sepeda motornya melewati jalan pulang dari vila.

Hari-hari sudah kita lalui bersama di malam minggu Bima datang ke rumahku. Aku melihat ada sosok seorang yang datang di depan pintu. Ternyata Bima, Bima melihatku sedang duduk berdua dengan pacarku di ruang tamu. Bima langsung pergi dan meletakan bunga mawar di depan pintu. Dan mengirim pesan singkat kepadaku. “Aku tahu dia bukan kekasihmu, aku takut ganggu kamu bersama dengan temanmu. Semoga bahagia di malam minggu ini yah. Memang banyak yang bilang mereka melihatmu dengan cowok lain. Tapi tenang aja, aku percaya kalo kamu milikku.” Ku buka pintu dan kulihat mawar dan ku baca sebuah tulisan. “Besok pagi aku pergi ya ke Singapura melanjutkan sekolah aku disana bersama kakakku. Kamu jaga diri baik-baik.” Kesal rasanya ditinggal pergi olehnya. Serasa sia-sia yang udah aku lakuin untuknya.

Sudah satu bulan aku ditinggal oleh Bima. Aku berpikir “Daripada aku bete mending aku cari yang lain ajah” Batinku. Lalu akupun pergi bersama seseoranga yang baru di sampingku beberapa hari ini. Walaupun Bima tetap memperhatikanku. Tapi aku tetap hura-hura disini. Dan selang waktu ku kirimkan pasanku untuk Bima “Jika kamu memang bener-bener sayang aku, buktiin sama aku.” “Iya aku buktiin, nanti malam aku buktiin kalo aku memang benar-benar sayang sama kamu, aku datang ke rumah kamu kalo itu mau kamu. Tunggu ya nanti malam!” Aku tak mau panjang lebar lagi dengan masalah ini. Lalu kuputuskan seseorang yang ada sebagai pengganti Bima, sebagai bukti kalau aku masih menunggu Bima.

Malam yang aku tunggu pun datang tiba, tetapi hujan deras mengguyur. Ku lihat jam dinding, menunjukkan pukul delapan. Telfonku berdering “Zee tunggu sebentar ya!” ucap Bima lewat telfon. “Janji kamu mana?” Bentakku. “Iya aku tepatin kok”. Aku tunggu terasa sangat lama, dan ku lihat jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Hujan semakin deras di luar aku masih menunggu. Hingga jam duabelas malam, ada yang mengetuk-ngetuk pintu. “Bima kok baru datang? Aku kan udah lama tunggunya dari tadi.” Bima hanya tersenyum kepadaku, kini dia basah kuyup terkena hujan dan wajahnya yang pucat pasi. Aku ambilkan handuk untuknya.

Aku kembali dia masih di depan pintu hanya diam dan tersenyum melihatku. Aku pakaikan handuk itu. Tapi aku bingung handuknya tembus dari badan Bima. “Bima kok tembus kaya gini?” Rasa takut dan kawatirku memuncak. Lalu ku peluk Bima tapi alhasil tanganku tembus di badannya. Zee aku minta maaf ya buat kamu tunggu lama. Tapi aku harus kembali, semoga kamu bahagia. Aku mencintaimu.” Ucap Bima lemas. “Bima jangan!” Bentakku. Tapi bayang Bima menghilang begitu saja.

Aku tak sadar sudah di tempat tidurku terbangunkan oleh deringan telfon. “Halo Zee ini Bunda Bima, Bima udah enggak ada lagi. Udah diambil oleh Yang Maha Kuasa.” Kata Ibunda Bima terisak. “Memang Bima kenapa Tante?” Ucapku kawatir. “Semalam dia hendak pergi entah kemana, padahal jadwal dia untuk operasi tapi tetap nekat pergi. Dia sakit kanker kepala Zee.” Jawabnya. “Tapi kenapa dia tak memberitahuku?” Tanyaku pelan. “Dia takut melihatmu bersedih.” Telfon pun mati, aku tak percaya dengan berita yang ku dengar ini. Sangat menyesal telah menyuruhnya untuk ke rumahku. Kini hanya penyesalan menyia-nyiakan cinta seseorang yang sangat mencintaiku.

Aku Mencintaimu Untuk Seribu Tahun Lagi


Sepasang kekasih sudah bersama sejak 2 tahun yang lalu bernama Bagas dan Dewi. Mereka saling mencintai. 3 hari lagi ulang tahunnya. Dewi sangat senang mengingat kejutan yang diberikan oleh orang yang dicintainya di tahun lalu. Bagas membuatkan rumah pohon untuk Dewi dan Lina, sahabat Dewi. Bagas tak selalu bisa menemani Dewi karena jadwal latihan futsalnya. Sebagai gantinya, Bagas selalu minta Lina meluangkan waktunya untuk Dewi.

Bagas merenung di teras rumahnya, dia berpikir keras. Kejutan apa yang akan dia berikan pada Dewi saat ulang tahun. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah ide. Dia akan membawakan “Thousand Year”nya Cristina Peri dan bermain piano, ditaburi seribu mawar merah di rumah pohon. Bagas mantap dengan rencananya.

Kurang sehari lagi, Dewi selalu minta Bagas ketemuan. Bagas tidak mau, ia hanya ingin menyukseskan kejutannya. Dewi sedih, dia pikir Bagas tidak ingat dengan ultahnya. Bagas mengajak Lina untuk ikut serta membantunya. Bagas dan Lina mempersiapkan semuanya dengan kerja keras.

Dewi yang sedih, ingin pergi ke rumah pohon. Di rumah pohon, Dewi melihat Bagas dan Lina berduaan. Saat itu, Bagas meniup mata Lina yang kelilipan. Dari jauh, mereka terlihat seperti berciuman. Dewi tertegun, dia menahan tangisnya. Kini Dewi mengerti kenapa Bagas tidak ingin menemuinya, ternyata karena Lina.

Pengkhianatan yang pedih ini membuat Dewi terdiam. Seakan tak percaya dengan semua yang tlah terjadi. Jadi, selama 2 tahun Bagas dan Lina… Hati kecilnya tak sanggup membayangkannya. Terlalu sakit semua ini.

Tepat jam 12 malam, Bagas dan Lina mengetuk pintu rumah Dewi. Mama Dewi mempersilakannya langsung ke kamar untuk membangunkan Dewi.
“Dewi, dewi, bangun sayang. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”
“Kamu.. kamu.. kamu berdua ngapain lagi kesini!! Belum puas kalian!! Aku sudah tahu semua pengkhianatan kalian!!”
“Pengkhianatan? Pengkhianatan apa?”
“Lin, kamu nggak usah sok nggak ngerti. Sudah dari kecil kita bersahabat, kamu menusuk temanmu dari belakang. Aku benci kalian berdua!!! Sekarang kalian pergi dari sini!! Pergiii!!!”
Bagas dan Lina tertunduk lesu. Mereka mulai mengerti arah pembicaraan Dewi. Dewi salah paham. Mereka sedih, harus bagaimana lagi membuktikannya pada Dewi.

Paginya, Bagas memaksa Dewi menemuinya di atas gedung tinggi. Dewi ingin pergi kesana karena belum puas memaki Bagas atas pengkhianatan yang dia lakukan.
“Aku seneng wi, kamu mau datang menemuiku.”
“Kamu nggak usah sok baik!!”
“Baiklah, wi. Hari ini ulang tahunmu. Jika aku benar-benar mencintaimu, aku akan lompat dari gedung ini.”
“Silahkan.” Dewi hanya menyangka Bagas berpura-pura
“Selamat tinggal, Sayang. Semoga Tuhan mempertemukan kita di surga nanti. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu untuk seribu tahun lagi. Dan selamanya.”
Bagas melompat, Dewi terkejut. Ia turun dari tangga dengan wajah pucat dan tak bisa membendung tangis. Dilihatnya Bagas. Orang yang dicintainya itu tergeletak lemas bersimbah darah. Saat Dewi menghampiri Bagas, ada sebuah gambar yang tak asing lagi baginya disertai tulisan besar di sampingnya. “HAPPY BIRTHDAY SAYANG. Aku mencintaimu untuk seribu tahun lagi. Dan selamanya.”
Dewi menangis, dia tak sanggup mencerna apa yang baru saja terjadi. Dia ingin marah dan memaki dirinya sendiri. Dia terlalu bodoh untuk menyadari betapa besar cinta Bagas untuknya.

Cinta itu tidak buta, dia hanya berusaha memahami. Percayalah pada pasanganmu, karena cinta sesungguhnya ada untuk mereka yang memegang teguh kepercayaan.

Senyuman Terahkir


Di sore itu aku dan Johan duduk di sebuah taman. Aku juga tidak tahu apa maksud dia mengajak ku ke tempat ini. Pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh johan kepada ku. Ku tatap wajahnya, kelihatan wajahnya penuh dengan pengharapan bersimba kalbu di sore itu. Suasana menjadi sunyi. Lalu kutatap mentari yang kian detik meninggalkan bumi. Ku tatap lagi wajahnya yang penuh dengan kebisuan. Hingga aku pun bosan menunggu dia untuk mengawali pembicaraan di sore itu. Aku helakan nafasku.
“Hem, han kamu kok diam dari tadi? Memangnya ada yang mau dibicarakan?, kalau memang ada sesuatu yang penting sebaiknya kita bahas sekarang”. Jelasku kepada Johan. Aku lihat dia mulai berani menatap wajah ku. Seuntai kalimat pun keluar dari bibirnya.
“Rica”. Panggilnya
“Ya Johan, ada apa?”. Tanya ku agak sedikit bingung.
“Rica, sebenarnya aku malu dan tak ada kata-kata untuk ku awali pembicaraan kita untuk menjelaskan perasaan ku kepadamu”. Aku seolah-olah belum begitu mengerti dari penjelasan si johan.
“Johan, aku masih bingung, jelasin donk biar aku ngerti”. Sedikit rayuku.
“Ric, sebenarnya aku mengajak kamu ke tempat ini untuk melihat keindahan taman ini”.
“hadehhh, kamu ahhh, kalau cuman ini mendingan kita pulang aja.” Tuturku dengan wajah cemberut.
“Bukan, maksudku kalau kamu mengerti dengan persahabatan kita selama ini. Di balik itu aku pengen kamu tahu kalau aku sayang dan cinta sama kamu ric seperti kupu-kupu di taman ini yang mengejar madu dari sekuntum bunga”. Jelasnya sambil menatap mawar yang sedang di hinggapi oleh kupu-kupu cantik.
“Cinta?, aduh gimana ya Johan selama ini kamu adalah sahabat baik aku. Aku gak punya perasaan cinta sama kamu”. Jelasku dengan nada lembut. Tak lama kemudian jari jemarinya menyentuh kedua tangganku. Begitu lembut sentuhan tangan Johan. Rasa dingin dari tanggannya itu sampai ke bilik jantungku. Seolah-olah memaksa hatiku untuk menerima cintanya.
“Aku tak bisa memaksa hati ku Johan.” Tutur ku sambil menatap dalam wajahnya.
“Ric, sedikit pun kau tak punya perasaan itu buatku?”.
“Ada, tapi hanya sebatas sahabat tidak lebih seperti yang kau bayangkan Johan, aku harap kamu mengerti”. Jelas ku dengan nada lembut. Aku lihat genggaman tangannya mulai dilepaskan. Aku pun berpaling arah melihat sekeliling taman yang menjadi saksi bisu di sore itu. Sambil menatap kearah langit senja aku pun mulai berkata.
“Han jangan kecawa ya atas keputusan hatiku. Semuanya ini demi kebaikan persahabatan kita yang selama ini kita jalani”.
“Ya, gak apa-apa kok, aku tahu perasaan wanita gak boleh dipaksa”. Jawabnya singkat. Aku pandang lagi wajah johan yang terpaku bisu. Kelihatanya dia hanya terdiam dengan wajah bersimbuh kecewa. Ya, aku hanya tak ingin memaksa kehendak hatinya. Percuma aku katakan ya sedangkan hati ku tak ada sama sekali buatnya. Jujur aku tidak tega melihat dia kecewa dengan keputusan hati ku. Tapi aku tak bisa lakukannya aku takut pada ahkirnya akan menjadi kecewa, karena bagi ku cinta itu membutuhkan perasaan yang sama.

Johan adalah laki-laki yang baik, pintar dan tampan, sebenarnya di kelasku banyak wanita yang menyukainya. Tapi dia bukan tipe laki-laki yang mudah untuk jatuh cinta. Apa lagi dengan wajahnya yang bersih tanpa ada sedikit jerawat yang mengusik ketampanannya. Wanita mana yang tidak tertarik?. Ya, hanya perasaan aku saja yang tidak ada sama sekali ke dia walaupun banyak para kaum hawa mengatakan dia itu cowok yang sempurna. Aku hanya bisa menganggap dia adalah sahabat ku yang selalu hadir di setiap aku membutuhkannya. Bagi ku sulit sekali tali persahabatan yang sudah terjalin lama menjadi tali cinta. Hanya waktu sajalah yang mampu menjelaskannya nanti.

Pagi itu bel berbunyi. Memanggil seluruh siswa untuk masuk ke dalam kelas untuk mengawali jam pelajaran pertama. Pak Steven guru bahasa inggris pun mulai mengajar. 30 menit pelajaran berlangsung. Tiba-tiba mata ku berkunang-kunang pandangan menjadi tidak jelas. Seketika itu rungan kelas terasa menjadi gelap.

Ketika ku buka mata ku, aku telah berada di sebuah rungan kecil berukuran 3 x 4. Aku lihat ke samping kiriku. Ada johan yang sedang tak sadarkan diri di atas bangku. Ternyata dia sedang tertidur pulas menjagaku. Sambil mengerakan tubuhku yang lemas. Aku coba bangun dengan sisa tenagaku. Tapi aku tak bisa melakukanya. Ahh kalau aku paksa untuk bangun pasti akan bertambah parah. Akhirnya aku hempaskan lagi tubuhku di atas tilam.
“Johan Johan, Jo… Johan”. Panggilku dengan nada lemah. Johan tersentak kaget dari tidurnya. Ia langsung menghampiri ku.
“Rica, kamu udah sadar ya?”.
“Ia, aku di mana Han?”. Tanya ku
“Kamu di rumah sakit. Sekarang kamu istrirahat ya”.
“Kok bisa akunya ada disini?” Tanya ku dengan heran. Sambil menghapuskan keringat di dahiku. Dia coba menjelaskan kejadian yang telah menimpaku waktu di sekolah tadi.
“Kamu pingsan 12 jam yang lalu ka. Dan kamu lansung dibawah ke rumah sakit Elisabeth, selain aku, teman-teman kita tadi berdatangan waktu pulang sekolah tadi jengukin kamu. Hemm, udahlah sekarang kamu istrirahat aja ya, sambil menunggu ayah dan ibu mu datang”. Jelas Johan sambil memberi saran kepadaku. Aku tatap wajah Johan yang penuh dengan perhatian. Ku beri senyuman ke arah wajahnya. Wajahnya lusuh dan kotor akibat debu seharian. Baju yang dikenakan adalah baju sekolah. Rasa laparnya telah tergantikan dengan kesabaranya menungguku siuman. Terlalu baik Johan buat aku. Merelakan waktu hanya demi untukku. Tak lama kemudiaan seorang suster menghampiri kami berdua.
“Ini bubur hangat untuk pulihkan tenaga mu”. Sapa suster itu dengan rama.
“Ok, sus terima kasih. biar saya yang menjaganya untuk sementara ini”. Balas Johan. Aku mencoba bangun untuk mencicipi bubur hangat itu.
“Ric, biar aku suapin kamu ya, kamunya duduk aja di situ”. Paksaan johan. Aku pun coba mendengarkan saran darinya.

Bubur hangat itu segera aku cicipi. Sambil disuap bubur itu, ditatap pula wajahku. Aku balas tatapnya yang penuh perhatian. Seketika itu aku dan Johan hanya bisa berbicara lewat senyuman. Aku merasa menjadi wanita yang paling manja di hadapanya. Ahh perhatian ini melebihi seorang pacar. Caranya melayaniku begitu lembut dan ditambah lagi dengan senyuman yang terpampang di wajah tampannya itu membuat aku semakin merasa sesuatu di dalam hatiku.

Selesai mencicipi bubur itu, akhirnya ayah dan ibuku datang juga.
“siapa ini?”. Tanya ibuku ingin tahu laki-laki itu.
“Johan bu, teman sekelas ku, dialah yang jagain aku sampai aku sadar sambil nunguin ibu dan ayah datang”.
“Johan toh bu”. Sapa ayah Sambil tersenyum mengejekku dan melirik matanya ke ibu.
“Johan”. Sambil memberi salam kepada ayah dan ibuku. Aku lihat meraka akrab sekali. Aku tersenyum senang melihat suasana itu.
“Makasih nak udah menghabisan waktu untuk menjaga putri kami”. Ucap ayahku dengan tatapan ramah kepada Johan.
“Sama-sama om” balas Johan dengan nada malu-malu. Walaupun dengan keadaan lemah. Aku berusaha berjalan menuju mobil ayah yang telah parkir di halaman RS Elisabeth. Setelah aku mengucapkan terima kasih dengan Johan, aku pun berangkat pulang menuju rumahku.

Dua hari aku di rawat oleh dokter privatku. Untuk mengebalikan tenagaku agar benar benar fit kembali. Setelah diizinkan untuk melanjutkan aktifitas, aku pun masuk sekolah seperti biasa. Setiap kali ku pandang wajah Johan jantung ku berdetak cepat. Ahh ada apa ini, Padahal aku tak pernah mengalami hal seperti ini. Atau gara-gara kenangan dua hari yang lalu di rumah sakit Elisabeth?. Yang parahnya lagi kalau kami mengobrol berdua sepertinya aku tak bisa berbuat banyak, grogi dan grogi. Apakah aku telah jatuh cinta?. Aku tak boleh meremehkan namanya C I N T A.

Malamnya rindu semakin membara. Sambil memeluk bantal guling ku, aku coba membuang perasaan rinduku itu. Semuanya ini karena pristiwa di rumah sakit Elisabet. Pristiwa itu menjadi hantu sekaligus menjadi tunas-tunas cinta yang berakar kerinduaan. Ku telentangkan tubuhku, sambil tersenyum aku lihat plafon kamarku yang terukir indah. Pandanganku seolah-olah tembus ke langit malam. Bintang-bintang seolah sedang berkedip manja menertawakan keadaanku. Wajah Johan yang tampan itu menjadi pikiranku sepanjang malam. Tiap malam menjadi beban pikiran ku. Aku benar-benar jatuh cinta dengannya. Rasa sesal pun menyelimuti hatiku. Ketika aku teringat dia mengutarakan cintanya tapi, aku menolaknya tampa harus memberi waktu sedikitpun buat dia. Waktu sudah menjawab dan merubah perasaanku. Bagaimana ini?. Tanya ku kesal di dalam hati. Aku sadar aku telah disengat cinta yang berbisa.

Suasana kelas kami tampak sunyi. Ibu Rita guru Matematika tak kunjung datang. Tiga puluh menit berlalu. Tak lama kemudian loadspeker dari majelis guru memanggil Bertho ketua kelas kami. Untuk mengambil tugas titipan dari ibu Rita yang harus kami kerjakan. Kebetulan ia berhalangan hadir karena mendampingi suaminya ke Jakarta untuk meresmikan usaha baru suaminya itu. Ku tuju Johan yang sedang duduk sendiriaan di belakang yang Mengerjakan tugas dari ibu Rita.

“Hey Johan, boleh ditemanin?”. Rayuku dengan nada manja
“Ehh Rica, boleh kok”. Jawabnya singkat sambil tersenyum ke arah wajah ku. Ketika aku duduk di sampingnya, aku merasa nyaman dan damai. Ternyata aku telah jatuh cinta dengan Johan. Tapi aku merasa malu untuk mengawalinya. Sebab aku telah menolak cintanya waktu di taman. Apakah aku harus menunggu dia jatuh cinta lagi?. Aku yakin dia tidak berharap lagi akan cintaku. Lagi-lagi aku menyesal dengan keputusan yang aku buat yang sekarangnya berlawanan dengan perasaan cintaku. Karena tak tahan dengan gelitikkan cinta yang mengelora. Aku punya ide untuk berjumpa sekali lagi dengannya di taman. Dengan cara ini aku ingin ungkapkan rasa cinta ku ke dia. Mau tak mau harus ku ungkapkan, aku takut kalau dirinya nanti diambil orang. Dengan adanya rasa takut ini akhirnya rasa malu itu hilang seketika.

“Johan mau gak nanti sore kita ketemuan di taman?” Tanyaku sambil berhenti berpikir saat sedang fokus menegerjakan tugas dari ibu Rita.
“Taman?, memang ada apa? Heheheh tumben gak biasanya sich kamu ngajakin aku”. Ejeknya sambil tersenyum ke arahku.
“Ihhh, kamu ahh. Gak boleh ya?” Tanyaku dengan nada cemberut.
“heheh, buat kamu boleh aja kok Ric. Terus kesana kita mau ngapain?”.
“ada yang pengen aku jelaskan Han.” Jelasku.
“Masalah kelompok belajar kita ya?”.
“hadeehh, kamu nich, cukup kita berdua aja yang tahu Han, asalkan kamu datang ntar juga kamu akan tahu kok.”
“Aduh Ric, sekarang aja dech.” Sambungnya dengan nada penasaran
“idihh kamu Johan, bawel banget. Disana aja ya? Kalau di sini gak baik kita bahasnya.”
“Ok, dech. Kalau gak ada halangan.”
“Oh ya, tapi jemputin aku ya Han” pintaku dengan nada manja.
“Okey, ntar aku jemputin kamu ya.” Balasnya singkat. Aku pun tersenyum lega ketika Johan tak menolak tawaranku itu. Inilah kesempatan buat aku untuk ungkapkan rasa cinta ku padanya. Ya, mudah-mudahan apa yang aku harapkan selama ini berhasil

Sepulang dari sekolah. Langkah kakiku melaju menghampiri aneka hidangan makanan oleh mama. Ketika asyik menikmati makanan itu, tiba-tiba saja handphone ku berbunyi tanda ada sms masuk. Lalu aku buka dan aku baca isi pesan itu. Ternyata pesan itu dari Johan

“Ric, gue kayaknya gak bisa datang jmpt qmu.
Soalnya, aku mw ngtarin tante aku ke rumh oma ku.
Jadi kmu duluan ya Ric. Ak janji kok ntar ak ksna
Nysul kmu.”

Aku tersenyum setuju ketika membaca pesan singkat dari Johan

“Oke, dech Johan.” Balasku singkat.

Setelah aku balas pesan dari Johan. Aku beranjak menghabiskan sisa makanku tadi. Waktu itu sempat juga aku tidur siang. Selesai bangun tidur, aku lihat jam dinding menunjukan pukul tiga sore. Aku pun beranjak dari tempat tidurku. Aku tuju ke kamar mandi, Aku basuh seluruh tubuhku agar terasa segar. Setelah itu aku dandan serapi mungkin. Aneka parfum aku kenang kan agar aromanya semakin mengoda. Aneh memang tidak seperti biasanya. Huft, itulah namanya jatuh cinta semuanya ingin serba sempurna di depan orang yang kita cinta.

Sekitar pukul empat sore aku telah tiba di taman. Aku duduk sendiri di bangku kecil yang bermuatkan dua orang. Aku lepaskan pemandangan ke arah mawar-mawar yang indah. Banyak pasangan sejoli duduk bermesra di taman itu. Apa lagi suasana senja hari yang sangat bersahabat. Sedangkan aku hanya menunggu Johan yang tak kunjung tiba.
“Kemana sich Johan. Udah di sms kok gak di balas?.” Tanya ku di dalam hati.

Tiga puluh menit sudah aku menunggunya. Ku coba menelpon ke nomor hpnya tapi nomor handphone sedang sibuk. Aneh tidak biasanya dia mengingkar janji. Dia itu terkenal cowok yang displin dan tepat waktu. Aku menjadi geliasah. Apa lagi di tambah dengan wajah langit senja berubah mendung. Perasaan semakin kacau. Tak lama kemudian handphone di balik saku celana ku berbunyi.
“Ani menelponku?.” tuturku di dalam hati. Ani adalah teman sekelas dengan aku.
“Hello Ani, ada apa ya?” Tanyaku penasaran. Sebab jarang sekali kalau Ani menelpon aku. kecuali ada masalah penting.
“Anuhh ka, kamu ke rumah sakit Emanuel sekarang ya.”
“Ada apa sich?” Tanyaku sedikit heran.
“Johan!. Johan kecelakaan Ric. Dianya sekarang sekarat Ric. Cepatan datang.” Aku langsung mematikan handphoneku. dengan wajah pucat pasi, aku hidupkan mioku. lalu aku tancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit Emanuel. Pikiranku mulai meracau. Tapi aku coba tenangkan pikiran sebab kendaraan di sore itu cukup ramai.

Setibanya aku di rumah sakit. Teman-teman kelasku telah ramai berkumpul di ruangan tunggu. Aku langsung menghampiri mereka.
“Ada apa dengan Johan?” Tanyaku tergesa-gesa. Sambil menangis Mia mendengkapku di dalam pelukannya.
“Johan Ka, Johan sekarat mengalami kecelakaan tadi sore sekitar jam empat.” Aku tak sanggup mendengarkan penjelasan Mia. Aku menaggis histris sambil memanggil nama Johan. Suasana sedih menyelimuti ruangan tunggu. Aku kesal karena aku, dia mengalami kecelakaan. Aku bersalah, di saat itu aku coba menyalahkan takdir sang kuasa.
“Sabar ya Ric. Kita doain aja ya, semoga dia baik-baik saja Ric.” Hibur Rico sahabat dekat Johan yang juga turut hadir.

Tak lama kemudian seorang Dokter keluar dari ruangan UGD menghampiri kami semua. Aku langsung mendekati dokter itu dan bertanya keadaan Johan.
“Bagaiman keadaan Johan dok.” Tanyaku sambil menjatuhkan air mata.
“Sabar ya. Kalian semua tenang Johan hanya membutuhkan waktu istrirahat.”
“Jadi kami boleh melihat keadaanya doc?” sambung Ani bertanya kepada docter.
“untuk beberapa saat ini belum bisa karena beberapa orang team medis sedang merawatnya” selesai menjelaskan keadaan Johan Docter itu pun meniggalkan kami di ruangan tunggu. Satu persatu teman-temanku pulang untuk siapkan diri, karena malam mereka ingin bersama-sama temankan Johan. Aku hanya bisa hempaskan diri ku di sebuah bangku kecil. Aku tetap menunggu kesadaran Johan. Aku hanya ingin dia baik-baik saja.

Tak lama kemudian beberapa tim medis keluar dari ruangan UGD. Aku coba menghampiri dan bertanya keadaan Johan.
“Bagaimana dengan keadaan Johan dok.?” Tanyaku sambil tergesa-gesa.
“Silahkan masuk, dia baik-baik saja.” Aku pun langsung masuk keruangan UGD. Aku lihat bagian kepala Johan masih terbalut perban. Aku peluk dia sambil menaggis. Aku hanya ingin menghabisi waktu bersama dia. Seperti dia lakukan dulu waktu di RS Elisabeth. Biarlah aku tetap dalam pelukan ini, menunggu sampai dia sadar kembali dan tahu kalau aku juga mencintainya.

Dua bulan kemudian Johan diizinkan oleh dokter untuk kembali melakukan aktifitasnya. Untuk sementara aku tak bisa menjelaskan rasa cintaku ke padanya. Aku tunggu dia benar-benar fit kembali. Baru aku ungkapkan apa yang ada di dalam hatiku. walaupun udah dua bulan dia masih kelihatan lelah.

“Ric, boleh ngak aku minta sesuatu dari kamu.?” Tanya Johan dengan suara lembut.
“Boleh kok, kamu mau minta apa.” Tanyaku dengan rasa penasaran.
“Kita ketemu lagi yuk di taman, kamu mau?” Tanya Johan Sambil kedua tanganya memegang kedua bahu. Saat bicara matanya menatapku. Degup jantungku tak seperti biasanya. Wajah tampan itu seolah-olah menunggu jawabanku. hari yang paling bahagia buatku. dimana kedua tanggannya menyentuh bahuku dengan tatapan amat dalam. Teringat kembali kisah waktu di taman ketika dia menyentuh jari-jemari ku bersimbuh pengharapan. Tapi…? Akhh udahlah malas mau aku ingat-ingat lagi.
“Tapi Han keadaan mu itu.?” Tanya ku dengan nada ragu. Tanganya coba meninggalkan bahuku. sambil memberikan senyuman dan berkata kepadaku
“Aku baik-baik saja Rica. Aku pengen aja mau menepati janjiku dua bulan yang lalu.” Jelasnya
“Tapi Han, aku takut kamu” Di potongnya pembicaraanku sambil berkata
“Ya, udah lupain aja Ric aku baik-baik saja. Pulang sekolah kita langsung kesana ya.” Jelasnya sambl melontarkan senyuman manis yang sengaja diberikan buatku. Ahh senyuman yang menggemaskan, ingin aku cubuti pipinya dengan rasa cintaku. inilah kesempatanku untuk mengungkapkan perasaanku yang telah aku pendam dua bulan yang lalu. Aku harus dapatin dia. Gak mau remehin namanya cinta.

Angin sepoi membelai rambutku di atas motornya yang berjalan pelan membuat suasana semaki indah. Walau cinta dan perasaanku belum kungkapkan kepadanya. Aku sandarkan kepalaku di belakang bahunya. Damai sekali rasanya. Ibarat kuda bersayap sedang membawa terbang pangeran dan bidadari menuju ke langit ke tujuh. Aduhai hayalanku terlalu tinggi.

Akhirnya aku dan Johan sampai di taman sekitar pukul empat sore. Maklum ada tugas di sekolah jadi pulangnya agak kesorean. Kupilih tempat yang agak sejuk sambil menunjukan arah ajriku. kulihat dia tersenyum mengisyaratkan kalau dia juga setuju dengan saranku. ku duduk dengannya sambil berhadapan. Mataku menatap tajam ke arah wajahnya. Tapi tatapan itu menjadi tumpul akibat senyuman manisnya itu. Bibirnya merekah indah. Dia terlihat tampan di sore itu. Aku berdoa dia adalah titipan dari Tuhan buatku.

“Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan Ric.?” Aku tersentak dari pemandangan wajahnya ketika Johan bertanya kepadaku. tidak biasanya kalau lagi berdua aku duluan yang mengawali pembicaraan. Tapi kali ini terbalik, seoalah-olah dia tahu isi hatiku. dia tidak terlalu tegang menghadapi ku. ku kuatkan perasaan mental ku untuk hati dan perasaan ku yang hampir dua bulan kusimpan buat dia.
“Han, aku ada dua permintaanku buat kamu, pertama aku minta senyuman dari kamu.” Pinta ku dengan manja. Kulihat jarinya memegang tanganku. ditatapnya wajahku semakin dalam. Tangannya begitu dingin menyentuh jariku. Aku palingkan wajahku kebawah tanah.
“aitss, Rica cantik tatap wajahku ini, katanya mau minta senyumanku.” Pintanya sambil memegang pipiku dan mengarahkan mataku ke arah wajahnya. Dia pun mulai tersenyum. Aduh senyuman luar biasa. Wajahnya tampan, bersih mulus itu membuat aku terhipnotis seketika. Aku kaget, ketika johan pingsan di hadapanku. kulihat hidungnya mengeluarkan darah segar. Ku jatuhkan air mataku. Aku peluk tubuhnya yang lemas itu. Matanya terpejam rapat. Sambil meninggalkan sisa senyuman itu buatku. Aku teriak histris memanggil namanya. Sekali lagi aku peluk erat tubuhnya tanda takut akan kehilangannya.

Kelihatanya aku tidak sendirian menanggisi Johan. Aku buka mataku yang masih basah dengan air mata. Ohh ternyata aku sedang bermimpi di ruangan UGD. Aku lihat ruangan itu penuh dengan keluarga besar Johan dan teman-teamanku. mereka semua sedang menanggis. Kemudian aku berdiri sambil mengusap air mataku. Tersentak aku terkejut seketika itu. Kalau Johan tak bisa tertolong lagi. Mesin penghitung detak jantung berhenti. Aku tatap wajah Johan seperti di dalam mimpiku itu. Dia meninggal dalam keadaan damai. Dia tak sempat mengetahui kalau aku juga mencintainya. Aku rebah di atas jasadnya yang bernyawa itu. Tak tahan air mata berlinang. Melepaskan kepergian orang yang aku sayang. Kali ini aku mengerti arti sebuah
K E H I L A N G G AN.

The End

Dream and Fact (Mimpi dan Kenyataan Selalu Berdampingan)


Mana mungkin mimpi itu bisa terjadi. Begitulah kata orang orang yang tidak mempercayai akan mimpinya itu. Tapi ada beberapa orang yang berpendapat seperti ini “apa yang kita impikan selama ini pasti akan terjadi jika kita bekerja keras selalu berdoa dan tidak sombong.”
Haiii nama ku syahla putri. Teman teman ku biasa memanggilku lala. Aku adalah anak yang paling beruntung karena masih memeliki orangtua yang lengkap. Aku bahagia sekali bersama keluarga ini walaupun untuk biaya kehidupan sehari hari kami masih sangat cukup. Ayah ku bekerja sebagai driver di salah seorang manager perusahaan terkenal di jakarta dan ibu ku hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Aku mempunyai kakak laki laki yang bernama kak putra, tapiii aku sedih sekali liat kak putra, ia jarang sekali untuk saat ini masuk kuliah padahal papa sudah bekerja keras untuk membiayai kak putra kuliah. Walaupun kak putra seperti itu aku tetap sayang sekali sama dia. Dan sekali lagi aku sangat bersyukur memiliki keluarga ini.

Yeeeaaah, besok adalah hari pertama aku masuk sekolah dan tentunya duduk di bangku kelas 12 SMA. Tidak terasa beberapa bulan lagi aku akan menjadi mahasiswa, aminnn. Aku ingin sekali menjadi dokter. Memang cita cita ku ini seperti anak TK yang sedang ditanya oleh guru nya. Tapi tidak gampang menjadi seorang dokter yang baik. Dari sejak aku SMP cita citaku gak pernah berubah sampai saat ini. Tentunya aku harus masuk di jurusan kedokteran untuk meraih cita citaku ini. Tapiii mana mungkin anak seorang diver yang semuanya serba cukup untuk menjadi seorang dokter. Ahhhh mugkin ini hanya mimipiku saja.

Sudah sebulan aku duduk di bangku kelas 12 ini. Banyak sekali guru guru yang menanyakan mau kemana aku kuliah nanti. Ahh pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling sulit untuk aku jawab. Karena aku masih sangat awam tentang dunia perkuliahan itu. Beberapa guru sudah memberi motivasinya untuk menghadapi un dan lain lain.
Setelah ada guru yang menanyakan hal itu kepada ku, rasanya aku ingin cepat cepat pulang ke rumah dan berdiskusi bersama mama dan papa.

Bel pulang pun akhirnya berbunyi. Aku segera bergegas pulang ke rumah. Ternyata rumah ku terkunci, aku tidak tahu mama dan kakakku kemana. Aku ingin menelpon mama tapi alhasil handphoneku low battery. Akhirnya aku menunggu mama pulang. Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, mama pun akhirnya tiba di rumah. Langsung saja aku berdiskusi dengan mama soal kuliah ku nanti.
“aku ingin sekali megambil jurusan kedokteran untuk meraih cita-citaku. Untuk menolong orang-orang yang sedang membutuhkan. Dan aku rela menolong pasienku tanpa di bayar sepeser pun. Insya allah aku membuat pasien ku senang. Aku berkata
“tidak mudah menjadi seorang dokter, tidak mudah diterima di fakultas kedokteran apalagi biaya untuk fakultas tersebut sangat mahal. Mama harap kamu tidak merepotkan papah mu nanti. Lebih baik kamu ambil pendidikan guru saja. Itu juga pekerjaan yang sangat mulia bisa memeberikan ilmu kepada anak-anak. Allah juga pasti akan senang jika ada umat nya yang memeberikan ilmunya kepada orang lain.” mama berkata dan langsung meninggalkan ku tapi apa daya mama sangat menolak keputusanku

Aku sangat sedih sekali mama tidak mendukung ku mengambil fakutas, tapi malah mengalihkan ke yang lain. Jalan satu satunya aku harus berdiskui dengan papa siapa tahu papa sangat senang aku mengambil fakultas itu.
Sudah aku tunggu tunggu papa pun akhirnya pulang. Aku langsung menghampiri papa yang belum mengganti pakaian nya sehabis pulang kerja.
“pah aku kan sekarang sudah kelas 3 jadi sebentar lagi aku akan masuk ke perguruan tinggi” aku berkata
“iya papah tahu kok” papah berkata
“jadi aku ingin mengambil fakultas kedokteran. Untuk meraih cita citaku pah. Aku ingin sekali membantu orang lain.” aku berkata
“kamu tahu fakultas kedokteran tidak seperti kita yang bisa masuk sana, hanya orang orang yang jenius dan punya banyak uang la, jadi mumpung masih sekarang kamu bisa ganti cita cita mu yang lain, kamu jangan banyak berharap yaa la” papa berakata dan papa langsung masuk kamarnya untuk mengganti pakaian nya.
Lagi lagi aku sedih sekali karena kedua orangtua ku tidak menyetujui akan keputusan ku. Aku sangat bingung, aku tdak tahu apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus mengikuti kata kedua orangtua ku dan apakah aku harus menggpai cita cita ku?

Kini akhirnya aku harus bercerita kepada sahabat sahabatku dan kakakku. Di pagi hari yang sangat cerah ini aku rasanya ingin cepat cepat sampai di sekolah. Karena ada sesuatu yang ingin aku ceritakan kepada sahabat sahabatku. Aku punya 3 sahabat di sekolahku namanya miqia, esa dan albi. Akhirnya tibalah aku di sekolah tetapi aku tidak langsung menemui mereka karena mereka tidak satu kleas dengan ku. Aku membuat janji pada mereka pada jam istirahat di kantin sekolah. Jam pun sudah menunjukan pukul 9 lewat 30 itu tandanya jam istirahat pun berbunyi, tanpa pikir pajang aku langsung berjalan menuju kantin. Tetapi sahabatku belum ada di kantin itu, dan tidak lama aku menunggu mereka pun datang.
“hay laa, ada apa dengan lo kayaknya kelihatan sedih sekali?” albin berkata dan langsung duduk di sebelahku.
“iyaa gue ingin cerita sama kalian tentang kuliah nanti” aku berkata
“yaa sudah lo cerita aja” esa berkata
“eh bentar dulu yaa gue pesen minuman dulu” albin berkata sambil berdiri
“okeee, jadi gini kalian tau kan gue ingin sekali menjai dokter, jadi untuk kuliah nanti gue akan ambil fakultas kedokteran” aku berkata
“iyaa kita tau, terusss?” miqia berkata
“tapii mama dan papa tidak mengizinkan untuk mengambil fakutas itu, malah mama menyuruh gue untuk mengambil fakultas pendidikan guru” aku berkata
“loh kenapa mama dan papa lo tidak mengizinkan mu?” esa berkata lalu albin pun kembali datang.
“iya kata mereka yaaa gituh untuk mendapatkan fakultas itu susah, mahal dan blaa blaa blaaa. Gue bingung harus berbuat apa, masa iya gue harus mengikuti kemauan mama itu sementaraaa…” aku berkata dan albin langsung memotong pembicaraan ku
“menurut gue nih yaaa la, kita gak mungkin kulih di jurusan yang gak kita minati, lo pasti ngerti kan?, jadi lo gak mungkin ambil pendidikan guru kalo lo gak suka sama itu” albin berkata
“nahhh la gue setuju apa kata albin, jadi lo yakin aja sama keputusan yang udah lo ambil, dan lo harus mempertanggung jwab kan semuanya laaa. Kalo emang lo yakin” esa berkata dengan tegasnya
“iya la jadi lo jangan patah semangat, semangat terus laaa gue yakin lo bisa tapi lo harus banyak banyak berdoa juga” miqia berkata
“jadi menrut kalian gituh, keee terima kasih ya teman teman sudah mendengarkan dan memberi solusi” aku berkata
“iyaaa la kita kan sahabat, sahabat itu selalu ada dimana kita lagi susah mau senang” albin berkata
“iyaa laaa hehehe, ehh makan yuk” esa berkata
“ohh iyaa sampai lupa nih” aku berkata
Lalu kami pun bercanda senda gurau di kantin.

Yaaa pendapat sahabat sahabatku sepertinya sangat mendukung ku. Aku harus mengikuti kata hati ku dan menggapai cita-citaku. Aku tidak mungkin mengambil fakultas yang tidak aku minati, hal itu akan membuatku malas dalam kuliah ku nanti.

Ya akhirnya aku tetap pada pada pilihan ku. Apa pun yang terjadi!! Walaupun papa dan mama tidak menyetujui nya. Akan aku buktikan kepada kedua orangtua ku. Yang aku lakukan untuk saat ini adalah semangat tekun dalam belajar selalu berdoa dan tidak bleh sombong. Aku akan selalu berjuang untuk menggapai cita citaku.

8 bulan pun sudah berlalu. Saatnya aku mengikuti ujian nasional. Semoga tidak akan sia sia hampir 3 tahun mengikuti pelajaran. Semoga hasilnya sangat memuaskan.

2 minggu kemudian aku mengikuti test snmptn yaitu seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Yaaa aku ambil fakultas kedokteran di unpad dan di undip. Semoga perjuangan ku selama ini tidak akan sia sia aminnn.

Sudah sampai saat ini mama dan papa belum mnyetujui hasil keputusan ku. Aku sangat takut sekali kalau seandainya aku tidak masuk di kedua universitas itu.

1 bulan pun berlalu. Besok adalah pengumuman hasil snmptn. Seandainya aku tidak diterima yaaa aku akan mengikuti kemauan mama untuk mengambil fakultas pendidikan guru. Kini jam sudah menunjukam pukul 12 lewat 30 malam yang artinya ini dimana hari hasil snmptn. Aku sudah tidak sabar mengetahui hasil tersebut. Aku buka web snmpn itu lalu login dan aku ketik nama ku dan tanggal lahir ku lalu aku enter. Dan ternyata hasilnya aku lolos test itu di universitas padjajaran bandung.
Alhamdulillah sangat terharu aku membacanya. Langsung aja aku bergegas membangunkan kedua orangtuaku yang sedang tertidur lelap di malam hari. Alhamdulillah kedua orangtua ku sangat senang dan bangga kepadaku. Aku bisa membuktikan kepada kedua orangtua ku. Alhamdulillah perjuanganku selama ini sudah berhasil. Aku akan terus berjuang lagi di kuliah nanti. Makasi ya allah sudah mendengarkan kan doa doa ku.

Dulu hanya mimpi dan khayalan akhirnya semuanya menjadi nyata. Jika kita berjuang, mempertahankan apa yang sudah kita inginkan walaupun banyak sekali terjangan yang harus kita lewati dan tentunya kita selalu bersujud dan berserah diri kepada allah swt.

Akhir Bahagia Ku


Mentari pagi telah keluar dari peraduan nya dan pagi ini siap ku gapai dengan suka cita. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pertama aku menjadi Mahasiswi di sebuah Universitas terkemuka di Indonesia, Ya UGM. Aku akan memulai kehidupan baru di Jogja, menjadi perempuan yang mandiri karena aku tinggal sendiri disini.

Sampai di gerbang UGM aku langsung terpukau “Ya Allah, aku masih tidak percaya kalau aku menjadi bagian di Universitas impian semua anak Indonesia” Ucapku dalam hati.

“Assalamualaikum, aku Retno Mahasiswi baru yang akan mengikuti Ospek disini. Kakak Pembina kegiatan ini?” Tanyaku kepada seorang laki-laki yang berdiri tepat di sampingku
“Waalaikumsalam, Oh iya saya Egi Afriano. Kegiatan akan dimulai pukul 09.00 WIB. Kamu Fakultas apa?” Tanya kak Egi padaku
“Aku Fakultas Ekonomi” Jawabku.

Kegiatan ini sungguh menyenangkan dan juga melelahkan. Selama 1 Minggu kegiatan Ospek berlangsung. Banyak sekali pengalaman yang tak terlupakan dan ini awal rencana Allah yang indah itu. Aku dipertemukan oleh teman-teman yang sangat baik.
“Hai retno… Aku Rina, kamu yang kost di Jalan Diponegoro itu kan? Kamu Fakultas Ekonomi juga?” Tanya Rina yang menurut aku cantik.
“Iya.. Oh kamu Rina. Gak nyangka ya kita satu Fakultas” Sahutku.

Semakin hari aku semakin akrab dengan Rina. Meskipun kami berbeda penampilan. Tetapi itu bukan penghalang bagi kami. Rina sering sekali cerita tentang dunia percintaan dia, tetapi aku hanya tersenyum, maklum aku tidak mengerti tentang itu semua karena aku belum pernah pacaran sekalipun. Aku berprinsip tidak akan pacaran sampai kuliah ku selesai. Masih banyak hal penting daripada Pacaran. Lagi pula dalam agama Islam tidak dibenarkan untuk berpacaran.

3 tahun berlalu, Aku semakin senang menjadi seorang Mahasiswi. Banyak sekali organisasi yang aku geluti di Kampus untuk mencari pengalaman hidup. Tetapi aku tak menyangka kalau bentar lagi akan skripsi. Yah aku terpilih untuk siding lebih cepat dari yang dijadwalkan. Aku diberi waktu 4 bulan untuk menyelesaikan semua tugas skripsi.

Akhirnya sidang skripsi ku selesai, semua berjalan dengan baik dan semoga hasilnya pun baik.
“aamiin” do’aku dalam hati.

Meskipun aku masih tidak menyangka kalau aku akan menjadi seorang Sarjana Ekonomi yang merupakan Impian ku sejak SMP. Hatiku masih tidak percaya 3 tahun aku sudah bisa mendapat gelar S.E. “Ya Allah aku masih tidak percaya, apakah ini kebahagiaan itu, Tugasku selanjutnya adalah Membahagiakan Orangtua dan Kakak-Kakak ku.” Ucapku.

Acara Wisuda pun akan dimulai, rasa bahagia dan haru menjadi satu dan tak terbendung. Apalagi duduk di samping ku ada sosok-sosok yang membuat aku bisa menjadi seperti sekarang, sosok-sosok yang inspiratif dan luar biasa, Mereka adalah Ibu, Bapak dan Kakak-kakakku.

Setelah 1 bulan melepaskan status dari Mahasiswi dan telah menjadi Seorang Sarjana Ekonomi. Sekarang aku sedang sibuk mencari pekerjaan untuk merealisasikan mimpi ku yang sesungguhnya yaitu membahagiakan keluarga.

Alhamdulillah akhirnya aku diterima disalah satu Bank Syariah di Bandar Lampung. Selama bekerja disana aku merasa nyaman dan betah sekali. Meskipun awalnya terkejut karena aku tidak menyangka Mas Egi Afriano, pembimbing aku waktu Ospek di UGM ternyata satu kantor dengan aku dan dia juga ternyata di Jogja dulu anak rantauan. Semakin hari aku semakin akrab dengan Mas Egi karena di kantor pun aku satu tim kerja dengan nya dia sebagai pembimbing bagi Junior.

Sampai pada suatu hari Mas Egi datang ke rumah ku dan membicarakan sesuatu kepada Bapak dan Ibu. Ternyata Mas Egi mengKhitbah aku. Ya Allah sekenario kehidupan yang Engkau beri kepada ku sungguh indah. Meski awal perjuangannya berat tetapi akhirnnya sungguh mengagumkan. Mungkin Mas Egi adalah seseorang yang Kau maksud dalam Kitab Lauhul Mahfudz ku.

End.

Lumpuhkanlah Ingatanku Tuhan (Part 2)


Suatu hari, Via berkunjung ke rumah sakit untuk mengunjungi anak tabrak lari yang ia tolong. Ia ke sana tidak sendirian, Via datang bersama Rangga dengan keceriaan terpancar dari aroma wajah mereka. Rasa senang menambah di dalam hati Via melihat anak itu sudah bisa berdiri dan bermain bersama suster di rumah sakit tersebut. Via pun terketuk hatinya untuk bergabung dalam permainan anak-anak di taman itu. Kebahagiaan dan kesenangan terpancar pada wajah Via. Rangga juga bergabung, ia menyanyikan sebuah lagu diiringi musik gitar.
“kurasakanku jatuh cinta saat pertama berjumpa, senyumanmu yang selalu indahkan hariku. kau ciptaan yang terindah yang menghayutkan hatiku, semua telah terjadi membuatku tak berhenti memikirkanmu, ku harap engkau tahu. Kau yang kuinginkan meski tak ku ungkapkan, kau yang selalu kubayangkan, dan kau yang kuimpikan. I’m falling in love with you… aku jatuh cinta… aku jatuh cinta padamu.”
Sejenak Rangga menghentikan suara merdunya, ia mengeluarkan sekuntum bunga yang ia tujukan untuk Via. Via sangat terkejut dengan laku Rangga padanya, apalagi Rangga tiba-tiba berlutut di hadapannya.
“aku jatuh cinta padamu Via, maukah kamu menjadi pacarku?” ungakap hati tulus Rangga pada Via.
Via masih bingung apa yang harus ia katakan, ia melihat sekelilingnya yang terus berteriak untuknya menerima Rangga. Anak-anak dan suster mendukung Via menerima Rangga sebagai pacarnya. Hati Via tergugah untuk mengambil bunga yang ada di tangan Rangga.
“ya… aku menerimamu.” Jawab Via dengan tegasnya.

Kebahagiaan dalam diri Rangga membuatnya tak bisa kendalikan diri, ia memeluk erat Via yang kini menjadi pacarnya. Seribu rasa terima kasih Rangga ucapkan pada Via. Semua yang ada di taman itu bersorak untuk kebahagiaan Rangga dan Via.

Tanggal 1 Januari 2014 adalah tahun baru pertama Via bersama Rangga. Sudah setahun mereka menjalin hubungan. Di tahun pertama ini, Via ingin memberikan sesuatu yang indah untuk Rangga. Mulai sejak pagi pukul 04.00, Via sudah bangun lebih dulu untuk memasak di dapur. Stevani yang tampak terganggu dengan suara berisik dari arah dapur, ia bangun dari tempat tidurnya dan menyaksikan adiknya sibuk di dapur. Stevani heran dengan laku Via yang jarang sekali bangun sepagi itu hanya untuk menyiapkan makanan, Stevani mendekat ke dapur.
“apa ini tahun yang bahagia untukmu?” seru Stevani sekejab membuat Via terkejut.
“tentu kak, tahun pertama dan pengalaman pertama aku merasakan hal seperti ini. apalagi hari ini Rangga akan mengajakku bertemu orangtuanya.” Kata Via yang tampak bahagia.
“kalau kamu bahagia dengannya, bahagiakan ibu juga dengan mengenalkannya pada ibu. Berziarahlah ke makam ibu bersama Ranga.” Ujar Stevani
“baiklah kak.” Sahut Via.

Pagi yang sejuk, Via mulai berangkat menuju rumah sakit dimana Rangga menjalani praktek. Tiba di rumah sakit, Via mencari-cari keberadaan Rangga di sepanjang rumah sakit namun ia tak menemukannya. Via memutuskan untuk menunggunya di lobi rumah sakit. Setelah lama menunggu, Via mendengar dari kejauhan suara Rangga dan ia melihat sosok Rangga berjalan menuju lobi, tapi ia tak sendirian ia bersama seorang wanita. Terlihat mereka sangat akrab dan saling canda tawa satu sama lain, hal itu membuat muncul perasaan curiga dalam diri Via namun ia tetap positif thingking pada Rangga. Melihat keduanya sudah saling berpisah, Via segera mungkin menghampiri diri Rangga dan itu membuat Rangga gugup sekejap.
“Vi…Viii…a, sedang apa kamu disini?” tanya Rangga yang tampak gugup.
“kamu tega sekali masih di rumah sakit, kamu lupa ini tahun pertama kita.” Sahut Via sambil menunjukkan tas yang berisi makanan untuk Rangga.
Rangga meminta maaf pada Via dengan pelukan. Mereka berdua meluangkan waktu di taman rumah sakit untuk menikmati masakan yang dibawakan Via. Rangga sangat menikmati makanan Via, di setiap waktu ia selalu memuji makanan Via dengan senyuman dan kata-kata manisnya. Selesai memakan semuanya, sejenak mereka saling berbincang-bincang, sambil menggenggam tangan Via, Rangga mengucapkan hal yang indah pada Via.
“Via, aku berharap di tahun pertama ini, genggaman ini takkan terlepas dariku, baik itu dariku, maupun darimu. Aku tidak akan pernah melepas genggaman ini sampai kapanpun.” Ujar Rangga dengan serius menatap mata Via.
“aku juga.” Sahut Via dengan tegas
Rangga mencium kening Via dengan perasaan cintanya untuk Via. Kebahagiaan mulai tercurahkan dalam hati Via saat itu. Tak pernah terbayangkan dalam benaknya untuk memiliki seorang laki-laki sebaik Rangga dalam kehidupannya. Satu hal lagi yang membuat diri Via tak puas-puasnya mengucapkan rasa syukur, siang itu Rangga mengajaknya untuk makan siang bersama dengan orangtuanya. Selama perjalanan, Rangga terus saja menggenggam tangan Via dengan erat tanpa sedikitpun melepas genggamannya.

Tiba di depan rumah Rangga, tampak Via sangat gelisah dan tubuhnya seakan gemetar keringat dingin. Perlahan Rangga menggandeng Via masuk ke rumahnya, di dalam keluarlah seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Rangga menyambut kedatangan Rangga dan Via. Ibu Rangga mempersilahkan Via untuk duduk sejenak berbincang-bincang bersamanya. Tak lama terdengar suara mobil berhenti di depan rumah.
“pasti itu ayah.” ujar Rangga yang tampak sangat bahagia.
Rangga mengajak Via untuk menyambut ayahnya di depan. Tak lama mereka berjalan, tiba-tiba saja langkah Via terhenti, Via merasa perasaan aneh yang ia rasakan tidak seperti biasanya. Saat ayah Rangga masuk ke dalam rumah, mata Via terbelalak terkejut melihat seorang yang ia kenal berada di depan matanya. Ayah Rangga juga sangat terkejut melihat sosok wajah yang berada di depan matanya sekarang ini.
“Via…!” Ujar ayah Rangga
Seketika sekujur tubuh Via gemetaran, tangannya mengepal keras seperti menyembunyikan kata-kata di hatinya. Mulut yang komat-kamit ingin mengungkapkan suatu hal, itu yang bisa Via lakukan.
“ayah…” ucapan yang tak sengaja keluar lantang dari mulut Via. Sejenak melihat wajah itu mengingatkan kembali ingatan masa lalu Via bersama laki-laki paruh baya itu. Penyiksaan dan caci maki yang selalu laki-laki itu berikan dalam masa lalu Via, dia adalah ayah kandung Via, ayah yang terus menjadi ingatan buruk untuk Via.
Ucapan yang keluar dengan lantang dari mulut Via, sekejab membuat Rangga dan ibunya sontak terkejut. Tubuh Via semakin lama terasa lemas tak bertenaga, serta kepala Via yang juga menjadi pusing, dan perlahan-lahan Via tak kuasa menahan berat tubuhnya membuatnya jatuh tak sadarkan diri. Refleks Rangga segera mengangkat tubuh Via dan membawanya ke rumah sakit. Hari itu menjadi hari yang menegangkan untuk semuanya.

Mendengar Via masuk rumah sakit, sontak Stevani berlarian ke rumah sakit untuk segera tahu kondisi adiknya. Di UGD Stevani menghentikan larinya, begitu terkejutnya di sana ia melihat sosok bersama Rangga yang sangat ia kenal wajahnya. Mata Stevani melihat tajam wajah sosok itu dan ia dekati.
“sedang apa anda ada di sini?” seru Stevani dengan nada yang menandakan ketidak sukaannya.
“maaf kak, dia ayahku.” Jelas Rangga untuk meredakan suasana hati Stevani.
“ayah? dia ayahmu? Bagaimana bisa dia menjadi ayahmu?” sahut Stevani merasa tak mengerti maksud perkataan Rangga.
Tak sampai mengeluarkan sepatah kata pun, dokter keluar dari ruang UGD yang mengalihkan perhatian Stevani.
“dokter, bagaimana?” tanya Stevani menampakkan kekhawatirannya.
“Via mengalami trauma otak yang sangat berat. Kenormalan otaknya belum sembuh benar setelah kecelakaan yang lalu.” Jelas Dokter
“lalu bagaimana Via sekarang?” tanya Rangga yang juga khawatir dengan keadaan kekasihnya.
“untuk sementara biarkan dia istirahat untuk merefleksikan kondisi otaknya. Untuk sementara dia tetap di ruang ICU.” Sahut dokter.
“apa dia akan sembuh dokter?” tanya Stevani
“tergantung keinginan Via untuk bertahan.” Jawab sang dokter.
Tubuh Stevani seakan lemas mendengar kondisi adiknya. Penyesalan datang dalam diri Stevani saat melihat adiknya terkapar tak berdaya di ruang ICU, air matanya mengalir seketika.

“Rangga, sebaiknya kamu bawa pulang ayahmu!” pinta Stevani pada Rangga.
“tak bisakah aku tetap ada disini?” ucap ayah Rangga
“untuk apa anda disini? anda ingin melihat Via mati setelah melihat anda.” Emosi Stevani yang perlahan memuncak.
“dia putriku Stevani! Sebagai seorang ayah aku ingin berada di sisinya.” Sahut ayah Rangga.
“anda pikir anda seorang ayah untuk Via, dimana anda selama ini? anda tidak ingat bagaimana perlakuan anda terhadap ibuku dan Via? Apakah anda bisa di sebut sebagai ayah yang pantas untuk Via?” jelas Stevani yang tak bisa lagi menyembunyikan amarahnya.
“tahu apa kamu tentang perlakuanku dulu padanya?” emosi ayah Rangga yang mulai memuncak.
“stop, tolong jangan bertengkar di rumah sakit!” teriak Rangga menghentikan pertengkaran Stevani dan ayahnya.
“tolong Rangga, bawa ayahmu keluar dari rumah sakit ini!” pinta Stevani.
Rangga menarik tangan ayahnya menyingkir dari ruang ICU. Hal itu membuat ayahnya kesal dan menampar Rangga, Rangga hanya diam tak marah ataupun membalas perlakuan ayahnya. Dalam hatinya merenung ini bukan saatnya untuk saling beradu mulut, dalam pikirannya masih terbayang kondisi Via. Rangga membawa pergi ayahnya meninggalkan rumah sakit, karena ia tahu itu akan membuat permasalahan baru untuk keluarga Via dan itu yang tidak ia inginkan.

Masa kritis telah dilewati oleh Via, hari ini Via sudah dipindahkan ke ruang rawat dan ia sudah sadarkan diri. Stevani tetap berada di samping Via, namun tidak untuk Rangga, ia hanya bisa melihat wajah Via dari kejauhan agar tak terlihat oleh mata Via.
“Via, melihat sadar seperti ini membuat hatiku tentram dan damai. Kekhawatiranku terobati karena kesembuhanmu Via.” Ujar hati Rangga dengan mata berkaca-kaca.
Rangga menyingkir dari tempat itu saat ia tahu Via tak sengaja melihatnya. Rangga perlahan berjalan meninggalkan ruangan Via.
“Ranggaaaa!!!” teriak Via memanggil Rangga.
Langkah Rangga terhenti dengan suara itu, perlahan ia membalikkan tubuh, ia melihat sosok kekasih yang ia rindukan duduk di kursi roda menatap padanya. Dengan menjalankan kursi rodanya, Via mendekat pada Rangga.
“kenapa kamu keluar? Kembali dan istirahatlah!” nasehat Rangga dengan lembut dan penuh perhatian.
“aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Sahut Via sambil menggenggam tangan Rangga. Rangga membalas genggaman erat pada tangan Via.
“genggaman ini, kamu pernah mengatakan kalau kamu tak akan pernah melepasnya, tapi mungkin aku yang harus melepaskannya.” Jujur Via dengan mata yang berkaca-kaca.
“maksud kamu?” tanya Rangga yang bingung maksud perkataan Via.
“sudah cukup, kita akhiri semuanya. Jalani hidup masing-masing saja.” Tegas Via.
“Via?” kejut Rangga.
“ini yang terbaik untuk kita.” Ujar Via yang perlahan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Rangga.
Dengan berat hati, Via mengatakan sesuatu yang akan menyakiti hatinya sendiri. Rangga terdiam sejenak, Via tak kuasa melihat wajah Rangga ia membalikkan kursi rodanya meninggalkan diri Rangga.
“kamu akan menyesal Via. perlu kamu tahu itu keputusan sepihak, memang kamu melepaskan ikatan tangan ini, tapi aku tidak akan pernah bernat untuk melepasnya.” Seru Rangga tak rela dengan keputusan Via.
“itu hakmu Rangga, tapi aku harus memutuskan. Kamu juga anak ayahku, kita saudara Rangga, mempertahankanmu sama halnya menyiksa diriku sendiri.” Seru hati Via yang meteskan air matanya saat itu. Via meneruskan jalannya tak memperdulikan ucapan yang terus terlontar dari mulut Rangga.

Mata Via terus memandangi sampul buku harian miliknya. Sejenak renungan itu buyar, keputusan yang ia ambil adalah hal terbaik. Diambilnya korek api di meja, dibakarnya buku harian itu tanpa tersisa secuil pun. Hari itu tanggal 3 Januari 2014, tanggal dimana Via siap menghapus segalanya dari dirinya, meskipun berat ia berusaha keras untuk tak meneteskan air matanya setitik pun.

“Tuhan, maafkan aku, aku harus menyerah dengan cobamu. Melupakan segalanya itu jalan terbaik yang bisa ku tempuh saat ini. Ini terakhir kalinya aku meminta pada-Mu, kumohon Tuhan lumpukanlah ingatan ini, aku lelah Tuhan… aku lelah, baik ingatanku yang pahit tentang ayahku, kesalahanku pada ibuku, dan yang terakhir hilangkan rasa serta ingatanku pada orang yang kucintai saat ini “Rangga”. Aku ikhlas Tuhan.”

… Selesai …

Cerpen Karangan: Nadia Hayu Prasasti
Facebook: Nadya Zasky

Lumpuhkanlah Ingatanku Tuhan (Part 1)


Perasaan terkadang tak pernah bisa dibohongi. Apalagi perasaan sakit dan terluka karena seseorang. Butuh waktu yang sangat lama untuk bisa menyembuhkan luka itu, mungkin dengan melupakan ingatan yang membuat sakit untuk diingat kembali. Seperti yang dialami oleh Via.



Via menutup buku hariannya, dan beranjak dari tempatnya sekarang untuk segera membuang buku harian itu. Sejenak Via termenung dan duduk kembali, ia merenung dan teringat kembali masa lalu yang ingin dilupakannya.
Ingatan Via mengarah pada suatu kejadian yang menimpa dirinya bersama ibunya. Kecelakaan 1 tahun yang lalu, tepat pukul 13.00 tanggal 1 januari 2013. Kejadian itu sangat tragis, semuanya tak ada sisa. Saat itu, Via terluka parah ia tak mampu berdiri, sedangkan ibunya berada sangat jauh darinya yang juga terluka parah tak sadarkan diri. Via yang masih bisa sadarkan diri berusaha mendekat ke arah ibunya untuk menjangkau tangan ibunya. Namun naas Via terlambat, tiba-tiba di depan mata Via mobil yang ditumpanginya meledak bersamaan dengan ibunya yang masih di dalam.
“ibuuuuu!!!” teriak Via dengan histerisnya. Via sangat syok saat itu hingga membuatnya tak sadarkan diri. ia tak ingat apapun lagi.

Perlahan mata Via mulai terbuka, ia bangun dari tempat tidurnya. Keadaan aneh menimpanya, sekelilingnya terlihat gelap gulita tak bisa melihat apa-apa.
“suster, kenapa lampunya mati?” tanya Via dengan sikap yang kebingungan.
“maaf, saya tidak mematikan lampunya.” Sahut tegas sang suster.
“kenapa semuanya gelap, aku tak bisa melihat apa-apa?” ujar Via sang semakin bingung dengan keadaannya. “ada apa dengan keadaanku suster? Kenapa aku tak bisa melihat apapun? Jawab aku suster.” Histeris Via yang semakin tak terkendali.
“saya mohon tenanglah…!” suster berusaha menenangkan diri Via. Suster itu berteriak sekencangnya memanggil dokter.
Dokter yang tidak salah masih berada di luar ruang rawat Via, segera masuk ke dalam ruangan dan menenangkan diri Via.
“Via, kumohon tenanglah! Kamu masih belum sembuh benar.” Ujar sang dokter.
“dokter, jawab aku! Kenapa semuanya gelap? Aku tak bisa melihat apapun.” Ucap Via yang masih tak bisa mengendalikan dirinya.
“ini hanya sementara, untuk beberapa hari saja semuanya akan pulih.” Sahut tegas sang dokter.
Perlahan Via mulai tenang mendengar ucapan tegas sang dokter.
“apa itu benar?” ujar Via.
“benar, jadi tenanglah ini hanya efek dari ledakan itu, tapi tidak sepenuhnya melukai syaraf matamu.” Jelas Via.
“ledakan? Ledakan apa?” sahut Via yang tampak terkejut.
“kamu tidak ingat?” tanya dokter yang juga terkejut sekejab.
Via hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti apa yang dibicarakan sang dokter. Tak sempat mengajukan pertanyaan lagi, terdengar suara pintu terbuka muncullah Stevani (kakak tiri Via).
“Via, bagaimana keadaanmu?” tanya Stevani yang terlihat dari wajah yang kurang ceria dan mata yang lebam seperti orang menangis.
“apa itu kak Stevani? “tanya balik Via mencari sosok kakaknya dengan pandangan yang perlahan terlihat meskipun masih kabur.
“ya ini aku, Via.” Sahut Stevani yang mendekat dan menggenggam tangan adiknya.
Via memeluk tubuh kakaknya dengan erat tak ingin melepasnya.
“kak, dimana ibu? Bagaimana keadaanya?” tanya Via.
“itu… itu…” sulit untuk Stevani mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
“kenapa diam? Ibu tidak apa-apakan?” tanya Via seakan mendesak Stevani untuk segera menjawabnya.
Stevani sejenak menatap dokter yang ada di sampingnya dan jawaban dokter itu hanya sekali anggukan.
“maaf bisakah aku bicara empat mata dengan adikku?” pinta Stevani pada suster dan dokter disana.

Di dalam ruangan itu hanya ada Via dan Stevani, suasana terasa sangat hening tanpa adanya suara yang terlontar.
“kak, kenapa hanya diam saja?” desak Via
“dengarkan kakak, berjanjilah bahwa kamu tidak akan menyalahkan dirimu dan tolong kendalikan emosimu! Kamu bisa?” pinta Stevani dengan menatap tajam mata Via.
“hmmm..” suara Via bersamaan dengan anggukan kepalanya.
Stevani menghela napas panjang untuk sejenak,” ibu… ibu… tidak selamat dalam kecelakaan itu…” Ucap Stevani yang merasa tidak ingin mengungkapnya.
Sekejap Via diam tanpa kata mendengar ucapan yang terlontar dari mulut kakaknya, matanya melotot tajam seakan tak percaya.
“tidak… itu tidak benar… kakak bohong… bohong!!!” teriak histeris Via.
“ini benar Via… ibu terbakar dalam ledakan mobil itu.” Ujar Stevani tak kuasa menahan batinnya yang juga terluka.
“tidak… kamu bohong, ibu masih hidup. Aku harus bertemu dengan ibu.” Via berusaha berdiri dari tempatnya.
“Viaaaa!!!” teriak keras Stevani
Via menatap mata Stevani, mata Stevani mengisyaratkan kebenaran ucapannya. Via jatuh ke lantai dengan kenyataan yang menyayat tubuhnya. Saat itu, Via menumpahkan seluruh air mata yang ia punya, menangisi kejadian yang menimpanya. Stevani langsung memeluk erat sang adik, menenangkan jiwa sang adik.
“maafkan aku kak. Aku yang salah, ini semua karenaku, maafkan aku kak. Maaf!” ujar Via dengan suara terpatah-patah.
“tidak sayang, ini kehendak Tuhan. kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Ini kehendak Tuhan. Ok.” Hibur Stevani dengan lembut.

Suasana di ruangan itu penuh dengan tangis, penyesalan dan kasih sayang, membuat dokter dan suster yang mengintip di luar seakan tersentuh.
Beberapa hari Via harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, hari ini ia dibolehkan untuk meninggalkan rumah sakit. Keadaan matanya yang awalnya gelap, kini ia bisa melihat dengan jelas dan normal. Bersama Stevani, Via membereskan barangnya untuk keluar dari ruang rawatnya. Sebelum itu, ia memberi salam terlebih dahulu pada dokter dan suster yang sedia merawatnya.
“aku berterima kasih padamu, dokter.” Ucap Via dengan senyuman.
“jaga kesehatanmu, jadilah seorang yang tangguh dan kuat.” Ujar sang dokter sambil memeluk pasiennya.
“aku akan menjadi sekuat besi untukmu dokter.” Semangat Via
“terima kasih dokter.” Ucap Stevani

Stevani dan Via berjalan keluar rumah sakit. Meskipun keadaan Via sudah baik, Stevani masih saja memanjakan adiknya, menuntun jalan Via, hal itu membuat semangat dan senang jiwa Via. Sejenak jalan Via dan Stevani berhenti di depan rumah sakit, Stevani lupa untuk menebus obat sang adik. Stevani menyuruh Via untuk menunggu sebentar. Tak lama setelah Stevani pergi, tiba-tiba ada seorang laki-laki tampak terburu-buru tak sengaja menabrak Via hingga jatuh.
“maafkan aku, aku terburu-buru.” Ucap sang laki-laki itu membantu Via berdiri.
“tak apa, kalau kamu memang terburu-buru, cepatlah!” sahut Via juga berusaha berdiri sendiri.
“tapi kamu baik-baik saja kan? Aku minta maaf, benar-benar minta maaf.” Ujar laki-laki.
“aku baik-baik saja, cepatlah! Urusanmu pasti penting.” Seru Via mengingatkan.
Laki-laki itu kemudian pergi, namun ia kembali lagi muncul di depan Via.
“namaku Rangga.” Ujar laki-laki itu dengan mengajak berjabatan tangan pada Via.
“Via, namaku Via.” Seru Via membalas jabatan itu.
“senang bertemu denganmu” ujar Rangga dengan senyuman.
Rangga kembali berjalan membelakangi Via, Via pun memandangi jalannya Rangga hingga tak terlihat lagi. Tak lama kemudian Stevani tiba menghampiri sang adik, Via tampak terkejut dengan kehadiran Stevani yang tiba-tiba dari arah yang berbeda.
“kenapa? Kamu memandangi siapa sih?” tanya Stevani yang bingung dengan sikap adiknya.
“enggak kak, hanya orang yang baru saja kukenal.” Jawab Via.

Stevani dan Via kembali berjalan ke arah mobil mereka. Sebelum mereka pulang, mereka ingin berziarah ke makam ibu mereka. Turun dari mobil, Via merasa canggung untuk mendekat ke arah makam ibunya, ia merasa tak pantas untuk menginjakkan kakinya di tanah makam ibunya. Stevani tahu perasaan Via, dengan lembut ia menuntun Via untuk tetap berjalan dan Via mematuhinya. Tepat di depan nisan ibunya, air mata Via berlinang dengan deras. Tubuh Via serasa lemas melihat nisan itu bertuliskan nama ibunya, tubuhnya juga gemetar, perlahan ia menekuk lututnya bersujud di depan makam ibunya. Stevani hanya diam menyaksikan adiknya disana.
“ibu, maaf, aku tidak bisa menyelamatkanmu saat itu. Maafkanlah anakmu ini. Mungkin jika saat itu aku menuruti saranmu, semuanya tidak akan seperti ini, maafkan aku ibu. Maaf.” Isak tangis Via sambil memberi penghormatan terakhir untuk ibunya.
“ibu, semoga dirimu tenang dan ikhlas. Kami putrimu akan selalu mendoakan ketenanganmu.” Sela Stevani menyanding Via sambil menaruh taburan bunga di sekujur makam ibunya.

Melihat keadaan Via mulai lemas, Stevani mengajak Via untuk bangkit dari sana dan mengajaknya pulang. Stevani terus menuntun jalan Via agar ia tidak jatuh, sampai tiba di mobil Via terus saja terdiam lemas dan segera Stevani masuk ke dalam mobil. Sesegera mungkin mobil itu di jalankan meninggalkan pemakaman itu.

Pagi yang cerah, Via yang sudah lama tak masuk kuliah hari ini ia mulai bersiap untuk memulai kegiatannya seperti biasa. Seperti biasanya Via berangkat ke kamus tidak menggunakan sepeda motor ataupun angkutan umum, ia menggunakan sepeda untuk sampai ke kampus. Dalam perjalanan menuju kampus, ada sebuah kejadian ramai tepatnya di lampu merah, ada seorang anak kecil terkapar tak berdaya di tengah jalan penuh dengan percikan darah. Semua orang yang ada di sekitar segera membantunya untuk dibawa ke rumah sakit. Via yang menyaksikan peristiwa itu, dadanya terasa sesak tak bisa bernapas. Ia mengingat kejadiannya bersama ibunya beberapa waktu lalu, namun sekuat raga dan jiwanya berusaha untuk tetap kuat meskipun sekujur tubuhnya gemetar. Via menaruh sepedanya menghampiri kerumunan orang dan melihat kondisi sang anak itu. Via mendekat pada anak itu dan mengecek denyut nadinya.
“kita harus segera membawa anak ini ke rumah sakit, kondisinya sangat kritis.” Seru Via yang tampak gelisah.
“naikkan dia ke mobilku.” Suara yang terdengar jauh dari tempat itu.
Semua memandang ke arah muncullah suara itu, suara itu adalah suara Rangga. Ia mendekati tubuh anak itu, refleks ia mengangkat tubuhnya dan membawanya ke dalam mobilnya.
“kamu ikutlah!” pinta Rangga pada Via.
Via pun secepatnya masuk ke dalam mobil, ia sambil memangku anak itu. Rangga sesegera mungkin menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, bergegas Rangga dan Via turun membawa anak itu ke UGD, di depan UGD ada seorang suster yang secepat mungkin menangani anak itu. Kelegaan terasakan dalam diri Via dan Rangga.
“terima kasih kamu sudah menolongnya?” ucap Via
“sama-sama, sudah seharusnya aku melakukannya.” Ujar Rangga dengan tenang.

Via menunggu sambil duduk di ruang tungggu, sedangkan Rangga terus mengamati Via dari kejauhan, ia serasa pernah bertemu dengan Via sebelumnya. Rangga mendekat di tempat duduknya Via untuk memastikan rasa penasarannya.
“kamu wanita yang tidak sengaja ku tabrak di depan rumah sakit waktu itu kan?” tanya Rangga memastikan.
Via merasa terkejut dengan pertanyaan yang di ajukan Rangga, ia menatap tajam ke arah Rangga dan seakan ingatannya mulai mengingat wajah yang ada di depannya sekarang.
“ahh, kamu Rangga kan?” ujar Via
“benar, siapa dulu namamu? Aku lupa.” Sahut Rangga
“Via..” seru Via
Mereka berdua saling tertawa dengan pertemuan yang tak terduga. Selama satu jam lebih, mereka saling berbicara dan bercanda banyak di ruang tunggu sambil menunggu kabar dari ruang UGD. Tak lama dokter keluar dari UGD dan bertatap muka dengan Via dan Rangga. Dokter itu mengatakan bahwa anak itu tidak apa-apa dan akan dipindahkan ke ruang perawatan. Via yang membiayai biaya rumah sakit anak itu dan ia mengaku sebagai wali anak itu. Dengan sikap yang dilakukan Via, membuat Rangga terkagum-kagum pada Via. Menambah rasa kekagumannya, Rangga menyaksikan rasa iba dan sayang terdapat dalam diri Via saat Via membelai rambut anak itu dengan penuh ketulusan.
“kamu menyukainya?” tanya Rangga
“sepertinya begitu.” Ujar Via
“kamu memberikan ketulusan padanya seperti dia keluargamu sendiri.” Ucap Rangga memasang tampang kekaguman pada Via.
“aku anak bungsu, jadi saat melihat anak kecil seperti mereka adalah adikku sendiri.” Seru Via.

Saat itu perlahan Rangga mulai mengenal Via, sebaliknya dengan Via mulai mengenal sosok Rangga. Mereka berdua saling menceritakan pengalaman pribadi mereka satu persatu dan itu membuat mereka saling dekat satu sama lain. Sejak saat itu hubungan mereka mulai dekat, apalagi tak sengaja mereka kuliah di kampus yang sama namun beda fakultas. Rangga adalah mahasiswa kedokteran sedangkan Via adalah mahasiswa psikologi. Keduanya saling cocok satu sama lain.

Cerpen Karangan: Nadia Hayu Prasasti
Facebook: Nadya Zasky

Kura Kura dan Monyet


Ada seekor kura-kura dan monyet sedang bertengkar untuk mempertahankan kehormatan.
“hai monyet daripada kita bertengkar mendingan kita berlomba” kata kura-kura
“ya sudah kamu mau berlomba apa dengan ku” kata monyet
“bagaimana kalau kita bertanding memanen buah pisang” kata kura-kura.
“ya aku terima tantangan mu” kata monyet

Kura-kura dan monyet menuju lokasi lomba memanen buah pisang. Seekor burung menjadi wasit
“siap bersedia mulai” kata burung
Kura kura dan monyet langsung memanjat pohon

“kura kura kamu pasti kalah” kata monyet
“Tidak akan aku pasti menang” kata kura kura

Waktu nya semakin berkurang, monyet dan kura kura tergesa-gesa untuk memanen buah pisang

Akhirnya waktunya habis “prit.. prit.. prit…” suara periwit sang wasit. Monyet dan kura kura segera turun dari pohon pisang
“pasti punyaku yang lebih banyak” kata kura kura
“tidak mungkin pasti punyaku yang lebih banyak” kata monyet

Wasit segera menghitung hasil memanen buah pisang
“pasti aku yang menang” kata kura kura
“aku yang menang” kata monyet dengan kesal
“aku yang menang” kata kura kura dengan kesal
“sudah sudah jangan bertengkar aku sudah menghitung semua buah pisang yang kalian ambil” kata wasit
“siapa siapa pasti aku ya yang menang” kata monyet
“jangan terlalu berharap pasti aku yang menang” kata kura kura

“jadi pemenangnya… tidak ada” kata wasit
“kok bisa tidak ada yang menang” kata kura kura dan monyet
“karena hasil buah pisangnya sama (seri)” kata wasit
Kura kura dan monyet terkejut
“saranku ya kalian berdamai saja” kata wasit (burung)
Keduanya saling minta maaf dan mereka berjanji tidak akan bertengkar kembali

Cerpen Karangan: Muhammad Syiarul Amrullah
Facebook: Muhamad Arul
Sekolah: smp pgri jatiuwung tangerang, banten

Steps to Get Your Heart (Part 2)


“Nah, semuanya sudah lengkap kan? Oke kalau begitu kita bisa memulai kerja kelompoknya!” Ucap Soni. Sekarang mereka sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah Haris.
“Terus kepercayaan masyarakat macam apa yang kita ambil ini…” Tanya Liya.
“Hemp… Gimana kalau… Cerita Candi Prambanan?” Tanya Haris.
“Ah betul tu betul!” Jawab Soni dengan semangat.
“Oke deh. Kalo sayang aku setuju aku setuju juga!” Ucap Farel. Ya, dia selalu mengklaim kalau Soni itu kekasihnya. Ckckck~
“Kalau aku juga setuju!” Ucap Liya.
“Kevin?” Tanya Soni kepada kevin.
“Oke..” Jawab Kevin singkat.
“Oke apanya?”
“Iya.. Aku setuju…” Ucap Kevin dengan nada cuek, Soni hanya bisa maklum dan tidak terlalu memikirkannya.
Dan mereka pun mengerjakan tugas kelompok itu sampai pukul 12 siang.

Soni POV
“Huaaahh… Duh, ngantuk banget…” Kataku sambil menguap. Hahh! Aku saat ini sedang berada di kantin sekolah menemani Liya dan Mira makan. Yaa, mereka berdua sering banget adain battle makan gitu.. Helehh.. Huaaaahhh… Akunya ngantuk banget lagi.
“Emang ngapain kamu malam tadi.. Bergadang lagi?” Tanya Liya di tengah makannya itu.
“Ish! Habisin dulu makanannya, baru boleh bicara” ucap ku kesal.
“Hehe… Peaceee…” kata Liya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil senyum-senyum, aku hanya memutar bola mata jengah.
Kriiing kriiing
Haaa… Bel pun berbunyi, pertanda jam pelajaran selanjutnya akan segera dimulai.

Author POV
“Eeeuungghh…” Lenguh Soni, “ini dimana..” Lanjutnya sambil mengucek-ngucek matanya.
“Udah puas tidurnya?” Tanya sebuah suara yang berada di sisi kanan Soni, refleks Soni langsung terbangun dan melihat di sisi kanannya, kevin.
“Kevin? Ngapain disini?”
“Ngapain disini kata mu? Yang ada aku tanya ke kamu, ngapain tiduran disini? Habisnya kan aku disuruh oleh kedua teman kamu nemenin kamu disini.. Dasar bodoh!” Ucap Kevin yang tanpa henti, Soni hanya membulatkan mata dan mulutnya, ini adalah kata terpanjang yang dikatakan Kevin kepadanya. Astagaaa!
“Apa liat-liat?” Tanyanya dengan muka kesal.
“Nothing, eh! Mana yang lainnya?” Tanya Soni celingak-celinguk.
“Ckckck.. Salah mu sendiri kenapa jadi ketiduran tadi. Hari ini kita diliburkan, karena para guru mengadakan rapat” kata kevin dengan nada yang dibuat-buat ketus.
“Oooh…” Soni hanya manggut-manggut, dan mulai membereskan buku-buku yang ada di atas mejanya dan meletakkannya di tasnya.

Tak beberapa lama kemudian, Soni pun dengan watadosnya menenteng tasnya dengan santai dan mulai berjalan meninggalkan Kevin yang melongo melihat kelakuan Soni. Tapi dengan cepat dia menyingkirkan wajah bodohnya itu, dan mulai memasang wajah dingin lagi. Dengan kedua tangan yang berada di saku celananya, Kevin pun berjalan dengan santai nya di belakang Soni.
‘Harusnya anak itu berterimakasih kepadaku, ckckk’ batin Kevin.

FLASHBACK ON
“Pengumuman, Kepada semua siswa hari ini diliburkan karena para guru akan mengadakan rapat, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” ucap pak Didit, guru yang mengajar kelas 12 IPA 2 saat itu.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh!” Ucap semua siswa kelas 12 IPA 2 serentak.
“Soni! Hey! Bangun!” Ucap Mira membangunkan teman sebangkunya itu. “Euunggh nanti saja…” Ucap Soni dan kembali tertidur dengan pulasnya.
“Aduuh Liya gimana nih… Soni nya gak bisa dibangunin..” Kata Mira.
“Soni! Soni! Soniii! Banguun!” Teriak Liya, tapi tetap saja itu tidak mempan untuk Soni, dia masih saja tertidur dengan nyenyaknya.
“Biarkan saja dia tidur, nanti bakal aku bangunin kok. Kalian duluan saja!” Ucap Kevin.
“Gak repotin nih?” Tanya Liya tidak yakin.
“Enggak…”
“Makasih yaaa udah mau jaga Soni, o iya.. Nanti tolong antarkan Soni ke rumahnya yaa.. Bye!” Ucap Mira berlalu dan diikuti oleh Liya.

Saat semua orang sudah pulang, kevin masih saja di tempatnya, duduk di samping Soni yang saat itu tengah tertidur lelap. Dia terus saja menatap muka Soni dengan tatapan yang tidak dimengerti, dan sesekali memperbaiki rambut Soni yang jatuh menghalangi wajah Soni “cantik” gumamnya.
FLASHBACK OFF

Soni POV
Di halte bus…
“Aduh, jam segini masih ada gak ya bus yang lewat.. Mana gak bawa hape lagi…” Gumamku sambil melihat-lihat kanan kiri jalanan. tumben sepi ya, Ini kan baru jam 3 siang. “Hahh! Ngapain juga pake acara ketiduran segala lagi! Ish! Aduh, kenapa juga jadi ada Kevin disana! Gimana kalau tadi sempet ileran? Atau ngorok? Atau hal yang jorok lainnya yang aku gak sadar? Aish! Dasar bodoh! Bodoh!” Gumamku lagi sambil memukul-mukul kepala ku.
“Sudahlah, gak ada gunanya juga yang udah, yaudahlah!” Kata suara yang terdengar datar dan dingin di belakangku, dengan cepat aku pun berbalik dan melihat si lelaki cuek itu.
DEG! Kenapa dia makin tampan saat angin yang menyapu rambutnya dan sinar matahari yang menerangi wajahnya. Oouuh, sekilas aku terpana akan ketampanannya.
“Hei bodoh!”
JLEB! Dan aku pun terjatuh akan fantasi ku.
“Hah, a-apa?” Ucapku gugup.
“Aku tau aku tampan, tapi gak usah natap kayak gitu juga kali” *wink
“………” *blank
“Heol?!” Lanjutku ternganga.
‘Itu tadi apa?’ Ucapku dalam hati sambil menatap Kevin dengan mata yang membulat
“Kau ini lucu sekali, ckck” ucapnya sambil memasang helm sepeda motornya, “ayo!” Ajaknya.
Aku berbalik ke belakang, siapa yang dia ajak? Aku?
“Malah bengong lagi! Ayo naik! Nanti kemalaman..”
“Ha? Aku?!” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri, “iya siapa lagi..” Balasnya sambil melemparkan helm satunya kepadaku.
Dengan segera aku menyambutnya dan langsung memakainya.
Huwaaa… Ini benar-benar seperti mimpi, aaaaa’ he’s make me crazy. Serasa seperti mimpi aku dibonceng oleh seorang ‘pangeran’ sekolah. Huaaaa… Mamaaa…

Tanpa sadar aku mengencangkan pegangan ku di pinggangnya dan menenggelamkan kepalaku di punggungnya, hangat, HANGAT SEKALIII…
Tapi anehnya dia tidak marah, jadi biarlah aku seperti ini, AKU SANGAT MENYUKAINYA…

Author POV
“Soni.. Soni…” Panggil Kevin sambil menggerakkan tangan Soni yang masih berada erat di pinggangnya.
“Engghh…” Lenguh Soni sambil mengucek matanya, “eh sudah sampai kah?” Tanyanya seperti gumaman tapi tetap di dengar oleh Kevin, sambil melepaskan helm yang bertengger di kepalanya.
“Iyaa, kamu keasyikan tidur sih. Emang hangat ya tidur di punggungku?” Tanya Kevin sambil menyambut helmnya.
“Iya! -eh!” Ceplos Soni. Mendengar itu Kevin tertawa renyah sambil mengacak rambut Soni pelan.
Soni hanya tertegun melihat Kevin tertawa seperti itu, ini baru pertama kalinya Kevin tertawa karenanya. Tanpa sadar Soni juga ikut tertawa sambil merapikan rambutnya yang habis diacak Kevin, “emmh… Udah dulu ya, aku aku mau masuk dulu..” Ucap Soni dengan salah tingkah sambil membuka pagar rumahnya. Miko hanya mengangguk sambil tersenyum, dan mengangkat tangannya di udara, “bye!” Ucapnya. Stella hanya tersenyum dan membalasnya dengan anggukan.

Keesokan harinya, tidak biasanya Soni bangun pagi-pagi sekali. Di pagi hari ini wajah Soni tidak biasanya ceria, sangat ceria malah.
“Hai mamah, selamat pagi…” Sapa Soni saat ia berada di dapur dan menemukan mamanya yang sedang memasak sarapan.
“Soni, tumben bangunnya pagi-pagi. Mukanya pake bersemu-semu gitu. Emang kenapa? Kejadian malam tadi ya?” Ucap mamanya Soni sambil meletakkan piring-piring di meja makan.
“Ha? Mama tau dari mana?”
“Ya iyalah, tau dari kakakmu…” Ucap kakaknya Soni yang tiba-tiba muncul di belakang Soni sambil memengang segelas air putih.
“Eh. Kakak ngagetin aja!”
“Haha, laki-laki tadi siapa Soni. Pacar kamu ya?” Tanya kakaknya Soni.
“Enggak.. Cuma temenan kok kak..” Jawab Soni dengan pipi yang tambah bersemu merah.
“Beneran…”
“Bener kok kak…”
“Bener apa bener…” Goda kakaknya.
“Iiiiih kakak.. Udah ah, dia itu beneran temen aku kok. Ngapain juga aku bo’ong sama kakak”. Kakaknya Soni hanya tertawa melihatnya.
Dan mereka pun melanjutkan kembali aktifitas sperti semula di pagi hari – seperti menyiapkan baju sekolah, dan alat-alat sekolah.



“eh, kertas cara menaklukan lelaki cuek itu dimana sih.. Kok di tas gak ada ya!” ucap Soni sambil mencari-cari sesuatu di dalam tasnya tanpa melihat-lihat jalan.

Srrrtttt…
“Soni AWASS!” Soni terbatu saat mendapatkan dirinya yang sudah berada di dalam dekapan seseorang. Dengan mulut terbuka, dia berusaha melepas dekapan itu. Kevin?
“ke-kevin… Lepasin…” ucap Soni gugup.
Dengan segera Kevin pun mulai melepaskan dekapannya, “eh, kamu gak papa kan? Gak ada yang luka kan?” tanya Kevin sambil membalik-balik tubuh Soni.
“e-enggak aku gak papa kok.. Makasih ya udah nyelamatin aku..”
“huh.. Syukurlah.. Iya sama-sama.. Lain kali hati-hati kalau jalan. Untung aja tadi itu ada aku, coba kalo gak ada…”. Soni hanya menundukkan kepalanya.
“ya udah deh.. Ayo!” ajak Kevin sambil memegang tangan Soni dan membawanya ke tempat sepeda motornya berada. “eh! Gak usah kok.. Kamu duluan aja..”.
“jangan menolak!” ucapnya sambil memasangkan helm ke kepala Soni, “ayo naik!”
“tapi-”.
“ayoo!”.
Dengan ragu Soni pun naik ke sepeda motor Kevin, “pegangan ya…” ucap Kevin sambil menggas sepeda motornya.

Di parkiran…
“ssst.. Eh eh! Itu siapa yang dibawa Kevin?”
“kyaa.. Berani sekali perempuan itu, apa tidak tau Kevin itu calon pacarku!”.
“hei! Bukankah itu Soni, dia juga sekelas sama Kevin kan?”.
“eh! Itu Soni ya! Beruntung sekali dia bisa di bonceng Kevin..”.
“iyaa…”.
Bisik para ‘penggemar’ Kevin saat mereka -Kevin dan Soni- tiba di sekolah.

“sudah.. Jangan diladenin mereka..” ucap Kevin santai saat mendapati Soni hanya tertunduk sambil memainkan jari-jarinya.
“emb.. Kevin, aku duluan ya!” ujar Soni menyiapkan ancang-ancang untuk pergi.
“eh.. Barengan dong.. Kita kan juga sama sekelas!”.
“tapi-”.
“kataku kan gak usah diladenin, mereka itu memang tidak ada kerjaan. Sudahlah!” ucap Kecin sambil menggenggam tangan Soni. “eh!” kaget Soni, “Kev.. Nanti ketahuan Anggi” lanjutnya sambil berusaha melepas genggaman tangan Kevin.
“Anggi?” tanyanya. “eiiy.. Kamu cemburu ya?!” goda Kevin.
“e-enggak.. Anggi kan memang pacar kamu kan?”.
“gak benar kok, lagian juga ada seorang perempuan yang sudah mengisi relung hatiku ini..” ucap Kevin puitis.
“oowh.. Perempuan itu pasti beruntung karena sudah ada di hati Kevin..” gumam Soni tapi masih di dengar Kevin, mendengar itu Kevin tersenyum.
“iya.. Sangat beruntun sekali. Dan perempuan itu adalah KAMU” ucap Kevin memberi penekanan di akhir kata.
Mendengar itu Soni terkejut, sangat terkejut malah.
“ha? A-aku?” tanyanya tidak percaya.
“iya. aku tau kok. Kamu emang udah dari dulu kan Suka sama aku, dan-” Kevin sengaja memoton ucapannya, dia mengambil tasnya dan mencari-cari sesuatu di dalamnya.
“dan ini… Aku juga tau kok ‘Cara Untuk Menaklukkan Lelaki Cuek’ “.
Melihat itu Soni tidak bisa menyembunyikan mukanya yang sudah memerah padam, “k-kamu d-dapat dari mana k-kertas itu?” tanyanya tergagap.
“saat kamu tertidur waktu itu, aku tidak sengaja melihat ini di dalam laci meja kamu. Ya, konyol sih, ada-ada saja tips yang seperti ini. Sebenarnya aku itu sudah lama menyukai kamu, sebelum kamu ketemu tips-tips ini malah!” ucap Kevin, Soni hanya menundukkan kepalanya.
“Soni…” lanjut Kevin lembut, sambil menggenggam kedua tangan Soni.
“Would you be my girlfriend?”
Soni hanya bisa terkejut, ini benar-benar seperti mimpi. Dan ia berharap tidak akan pernah bangun utuk selamanya.
“kamu gak mimpi kok, ini nyata…” ucap Kevin seolah tau isi pikiran Soni.
“would you-” belum sempat Kevin melanjutkan kata-kata sakral itu, Soni lebih dulu memotongnya.
“yes! I will! ”
Mendengar itu Kevin tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, dia pun segera memeluk Soni.
“ciyee.. Yang baru jadiaaan.. Traktirannya yaa…” goda beberapa suara di belakang Soni. Ternyata mereka adalah Lia dan Mira, sahabat baik Soni.
“iyaa.. Pasti..” kata Kevin, Soni hanya bisa tersenyum, dia tidak bisa berkata-kata lagi.. Ini sungguh bukan apa yang dipikirkannya, dia teramat sangat bahagia.
Seperti naik ke atas langit, dan bertemu seorang malaikat yang tampan, dan mereka hidup bahagia selamanya.

-End-

Cerpen Karangan: Raudhatul Mardhiyah

Steps to Get Your Heart (Part 1)

Soni POV

Cuek
Jutek
Dingin

Apalagi yang harus aku jabarkan tentang dia. Sudah cuek, jutek, dingin pula. Tapi entah kenapa aku menyukainya, yaaa… Menyukainya, antara lelaki dan perempuan? Seperti itu lah!
Haah! Bisa dibayangkan bagaimana bertahan untuk memendam perasaan selama hampir 2 tahun kepada seorang lelaki yang mempunyai sifat seperti itu. Aku tidak punya keberanian bahkan secuil keberanian pun aku tidak punya untuk mengungkapkannya, entah apa yang ku pikirkan, aku lebih suka seperti ini. Memendam dan memendam. Yaaa… Kalian tau lah, kalau ‘sebagian’ dari orang cuek seperti dia itu tidak peka kan. Ya sudah!
Kalaupun seperti itu, aku juga sering merasa bingung sendiri, lelaki seperti dia kenapa bisa mendapatkan penggemar sebanyak itu? Yaaa… Aku mengaku sih, kalau dia tampan, pintar, dan seorang yang berada (ayahnya adalah pemilik suatu perusahaan terkenal yang berada di tengah ibu kota kita ini, Jakarta. Sedang ibu nya adalah seorang pemilik sanggar tari).
Hnngh… Sedangkan aku ini apa..
Aku bahkan tidak secantik dan sepintar anggi, ketua OSIS yang kabarnya dekat dengannya, buktinya aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri.

Suatu hari saat kami sedang bersih bersih lingkungan sekolah, aku, dia, teman teman lainnya mendapat bagian membersihkan jendela-jendela kelas 12 IPA 1 sampai 12 IPS. Saat itu aku berada tepat di samping dia, hatiku rasanya dag dig dug dan mukaku memerah sebelum anggi datang menghampirinya. Dan setelah itu apa yang aku lihat? Kalian bisa menembaknya sendiri lah, mereka berdua sedang membersihkan satu jendela dengan lap yang sama, bahkan mereka pun juga tidak jarang sering saling melirik dan tertawa. Haaaa… Rasanya saat itu aku ingin sekali melempar muka anggi dengan lap yang sedang ku remas remas itu dan menjambak rambutnya sampai rontok, aku ingin sekali melakukan itu tapi karena aku masih mempunyai rasa kemanusiaan aku hanya berdiam diri disitu dan menatap mereka dengan tatapan tidak suka, bahkan sesekali anggi menatapku dengan tatapan meremehkan.
Grrrr!
‘Aku benci sekali dengannya!!!’
Yaaa seperti itulah ceritanya..

Haahhh! Seandainya aku tidak punya rasa malu dan urat maluku itu sudah putus, sudah sedari dulu aku mengungkapkan rasa lamaku ini kepadanya, rasa cinta.

Ah! Rupanya aku lupa memperkenalkan diriku sendiri karena keasyikan bercerita tentang masalah percintaan ku yang tiada akhirnya itu.

Kenalkan namaku azaria soniyatha, teman teman biasa memanggilku soni. Terdengar aneh ya, tapi aku suka kok.
Sekarang aku menetap di jl. Boulevard barat raya, kelapa gading, jakarta utara. Tidak jauh dengan sekolahku, namanya SMAN 25 jakarta utara. Saat ini aku menduduki kelas 12 IPA 1.

Okey! Perkenalan kita sampai sini saja yaa. Sekarang aku lagi sibuk mengerjakan tugas di perpustakaan bersama kedua sahabat baikku.

“Soni! Ini gimana sih! Rumusnya gak ada di buku ini deh kayaknya!” Kata Lia sambil membolak balikkan buku kimia. Pipinya chubby dan imut banget, dia orangnya baik, penyayang dan perhatian, tapi dia juga kadang suka marah marah gitu kalau lagi bad mood. Dia punya pacar, tapi LDR-an. Dia berada di Jakarta, sedangkan pacarnaya ada di Semarang. Hubungannya sudah berjalan kira-kira 2 tahun lamanya. Whoaa… Lia bahkan mempunyai prinsip dengan pacarnya, katanya dia dan pacarnya akan selalu saling mempercayai satu sama lain. Aku pengen banget punya hubungan langgeng kayak Liaaa

Oke NEXT!

“Iyaa… Ini lagi nyari, liaaa…” Kataku dengan nada seimut mungkin.

Drrrt drrrtt…
“Ishh! Gak usah bilang cinta kalo terpaksa!” Kata mira sambil menghempaskan ponselnya pelan ke meja setelah sebelumnya dibukanya sms yang masuk ke ponselnya. dia mendengus sambil menghela nafas lelah. Ya! Backstreet seperti itulah tergambar dalam kisah asmara Mira dengan kekasihnya itu. Kadang beda pendapat sering membuat mereka putus-nyambung putus-nyambung. O iya, mira itu orangnya sedikit sensitif dan mudah tersentuh, dia mempunyai mata coklat karena dia blasteran Belanda dan Jawa. Dia hebat dalam taekwondo dan makan? Ahahaha… Yaa, dia hebat dalam makan sebelum Lia. Tetapi lihatlah, dia bahkan tidak pernah gemuk-gemuk, entahlah semacam cacingan mungkin? Haha! Peace Mira!

“Napa ra? Berantem lagi?” Kata Lia. Sedangkan Mira hanya mengangguk dengan muka tertunduk lesu.
“Hemp! Sabar aja, mungkin aja ada urusan mendadak, jadi kemaren itu dia gak sempet datang. Bicara aja dulu baik-baik sama dia, yaa…” Kataku sambil memusut pelan punggungnya.
“Hemp…” Jawaban Mira mengawali lonceng berbunyi yang menandakan bahwa jam istirahat telah selesai, dengan tergesa-gesa kami membereskan buku-buku yang berhamburan di depan kami dan meletakkannya ketempatnya, dan bergegas kembali kekelas.



“Hey! Di situ! Di situ belom! Salah!! Bukan disitu! Tapi di situ!! Di samping situ!! Ishh! Salah! Di sampingnya lagi!! Yaa! Belum bersih! Masih ada pasirnya! Sapu lagi! Hey jangan kabur!!!” Hahhh! Capek sekali menjadi seorang seksi kebersihan seperti ini, bisa habis suaraku kalau setiap hari berteriak seperti ini. Kenapa sih para lelaki susah sekali diatur, disuruh mengangkat kursi tidak mau, disuruh nyapu tidak mau juga!
“Sudahlah, suara cemprengmu sungguh mengganggu!” Ucap seseorang yang ada di belakangku dengan nada dingin, aku terbatu sesaat mendengar suara yang tidak asing lagi ini. Dengan gerakan cepat aku membalikkan badan, dan kembali terbatu dan mataku melotot terkejut karena jarak kami yang hampir tak berjarak ini. Dengan gerakan cepat juga aku melangkah mundur menciptakan jarak sejauh mungkin, ‘yaa!! Jantung sialan! Kenapa berdetak kencang sekali!’ Rutukku dalam hati.
“Sudah sana minggir, aku ingin menyapu!!” Katanya sambil memaksaku minggir, aku pun menurut dengan gerakan kaku. Dia melihatku dengan tatapan dingin, dan kembali menyapu kelas dengan asal.

Hening sekali disini… Ya iyalah! Disini hanya aku dan dia saja di kelas ini, yang lainnya sudah pulang tanpa pertanggung jawaban mereka. Hufh!
“Yaa! Itu masih ada sisanya!” Kataku dengan suara kaku. Dia masih tidak mendengar dan tetap melanjutkan menyapu kelas. “Yaakk! Kau dengar tidak!” Kataku dengan kesal.
“Hey! Aku masih mending mau nyapu kelas, jadi diam aja!” Bentaknya kemudian. Aku terdiam.
“Ya-yasu-sudah k-kkalau begitu…” Ucapku dengan gugup dan kembali kaku. Dan tak lama kemudian, aku duduk di depan kelas sambil melamun dan memasang sepatu, “hey! Itu sepatu ku!” Kata sebuah suara lagi yang membuat ku terlonjak dan sadar dari lamunanku.
Kemudian mataku beralih ke bawah, eh! Aku tidak sadar sudah memasang sepatu dia ke kakiku, pantas saja serasa longgar.
“Eeh! Maaf, aku gak nyadar kalo salah pasang sepatu!” Kataku dan meletakkannya di depan dia berdiri, dia menatap sepatunya sebentar dan memutar matanya jengah.
“Sepatuku besar ini kau sampai tidak sadar? Hehh! Dasar bodoh” katanya dingin sambil berlalu meninggalkanku. Aku sendiri hanya mempout kan bibirku dan terus merutukki kebodohanku ini, ish! Dasar Bodoh!



“Hemp? Cara untuk menaklukkan lelaki cuek? Heunng” kini aku sedang berada di kamarku tercinta, yaa.. Biasa… browsing, ehehehee… Hemp, ini nih aku temuin blog yang menunjukkan bagaimana cara untuk menaklukan lelaki yang cuek, hemp! Coba aja deh…
KLIK
“Hemp!… Langkah pertama… Kamu harus mengenalnya. Kalau belum kenal, sebaiknya lakukan pengenalan dengan alasan yang bagus… Hemp, tapi aku sudah kenal kok!”
“Langkah keduaa… Bergabung atau miliki kegiatan yang sama dengan dirinya… Sudah kok! Dia ikut kegiatan ekstrakulikuler musik… Hemp! Ketiga… Jadilah orang yang menonjol dalam hal positif. Kalau bisa dalam hal yang dia sukai atau banggakan?, ah iya! Gitar! Tapii… Ah, pinjem gitar punya kakak ah!”

Aku pun bergegas keluar kamar, dan masuk ke kamar ka andre. ‘Ah itu dia!’ Setelah mengambil gitar itu, tanpa basa basi ku mainkan gitar itu dengan asal. JREENG! Tak!! “Ish!! senarnya copot lagi! Ah nanti aja deh mainnya” kuletakkan lagi gitar yang satu senarnya copot itu ke asalnya, dan kembali lagi ke kamar ku.

“Ehkhem! Okee next! Keempat, sering terlibat dalam aktivitas dia. Contohnya jika dia.. Suka fitness, cari akal untuk bisa fitness satu tempat dan waktu tentang dirinya.. Heuunngh, dimana sih dia sering jogging? Ah kalo gak salah mungkin di lapangan yang itu deh! Ah nanti cobain kesana aja!”
“Ah, mending gue printer aja nih. Bagus banget… Mungkin bisa bermanfaat buat gue untuk ngedeketin dia” Aku pun men-copy paste tulisan yang kubaca tadi dan menyalakan mesin printer.
KLIK KLIK, KLIK jreett jrettt jrett jrett… *efek mesin printer*
“Aaah… Akhirnya selesai nih.” Kataku sambil menatap kertas HVS yang sudah tertulis oleh tulisan tentang ‘langkah langkah untuk menaklukan pria cuek’ dengan senyum penuh arti. “Hemp, semoga aja ini berhasil. Soni fighting!”

Author POV
Keesokan harinya…
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.45 , tetapi saat ini seorang gadis masih belum menunjukkan tanda kebangunannya. Dia adalah Soni, dengan badan yang sedikit tengkurap serta mulutnya yang mengeluarkan suara dengkuran yang nyaring itu masih tertidur walau jam weker yang terus menerus berdenting itu tak dihiraukannya dan malah bersaing dengan suara dengkurannya itu.

TOK TOK TOK
“Soni! Soni! Bangun nak…” Ah, sepertinya ini ibunya Soni. Ayo Soni banguun!

TOK TOK TOK
Cklek
Pintu pun terbuka, terlihat seorang ibu rumah tangga dengan apron yang masih menggantung di pinggangnya dan rambut yang digulung ke atas, melipat kedua tangannya ke dada dengan muka yang seperti menahan marah karena anak tunggalnya yang saat ini sudah kelewatan tidurnya. Tamat riwayatmu Soni!

Sreet sreet
Di bukanya gorden yang masih menutupi kamar itu, dan masuklah cahaya matahari yang sudah lama terbit. Menyinari segala yang ada di kamar itu, karena matahari terbit berada pas di depan jendela kamar Soni yang berada di tingkat dua rumahnya.
Sampai cahaya matahari itu membangunkan Soni, dengan menyesuaikan cahaya terang itu dia sedikit mengerjap erjapkan matanya sambil melenguh pelan.
“Soni, hari ini kamu tidak sekolah? Kamu lihat ini sudah jam berapa? Ayo cepat mandi! Ayo…!” Kata ibunya dan dengan segera Soni bangkit. Tak lupa dia mengambil handuk dan menutup pintu kamar mandi nya sesaat sesudah melihat jam dinding yang nmenggantung di atas televisi nya.
Ibunya hanya menggelengkan kepala dan membereskan kamar Soni yang seprai nya itu sudah tak berbentuk, bantal guling yang berserakan di sekitar ranjangnya itu.

Soni POV
Ah! Sebentar lagi gerbang sekolah akan di tutup! Ayo Soni! Perpcepat larimu!!! Ayo!
“Hahh hahh hahhhh! Sebentar lagihh!!” Ucapku sambil berlari sekuat tenaga mencapai finish, eh salah, maksudnya mencapai pintu gerbang sekolah ku.
“Aaaaaaa! Pak!! Jangan ditutup!!!” Aaaa! Pak asep mau menutup gerbangnya! Tunggu sebentar pak! Ini, anak orang ketingalaaan.
“Pak! Jangan ditutup pak! Hahhh hahh hahhh…” Hahh! Akhirnya sampai juga, untung aja pak asep belum menutup sepenuhnya pintu gerbang. Ih, ini gara gara malam tadi, karena ke asyikan baca tulisan yang langkah-langkah itu aku gak bakalan telat bangun kayak gini. Huft!

Sesampainya aku di kelas, untung aja masih gak ada gurunya. Kalau ada, bisa sial banget hari ini aku.
“Eh soni, tumben datang telat!” Sapa Mira saat aku mendudukkan pantatku ke kursi di belakang Mira dan Liya.
“Tumben kamu bilang?!! Ishh! Sial banget tau gak, gara gara malam tadi aku habisnya telat kayak gini! Hehh!” Kesal ku.
“Emang ada apa malam tadi?” Tanya Liya.
“Nih!” Kataku menyodorkan kertas yang ku print tadi malam kepada Liya dan Mira, dengan cepat mereka menyambutnya dan mulai membacanya, sedangkan aku hanya memutar bola mata dan mengeluarkan buku pelajaran sebelum guru masuk, ya itulah ciri anak Teladan.

Beberapa saat kemudian…
“Uwooooo!!!” Teriak mereka berdua dengan heboh yang membuatku terkejut itu.

Author POV
“Beneran tuh! Beneran!!” Heboh Mira sambil menunjuk-nunjuk kertas yang tadi barusan di bacanya itu.
“Terus, kapan nih?” Tanya Liya to the point.
“Kapan apanya?” Tanya Soni balik.
“Ituu… Yang menaklukan pria cuek ituu…” Jawab Liya mulai gereget.
“Ah itu… Hempp, mungkin nyari waktu yang pas aja dulu deh..” Kata Soni lesu.
“Hey! Jangan lesu gitu dong.. Kan ada kami berdua! Kami bisa kok bantuin kamu buat naklukin hati si cuek bin dingin itu!” Kata Mira menyemangati Soni yang saat itu memasang raut masam plus lesu plus galau Itu.
“Iya bener kata Mira tuuh… Kan kita friend!” Ucap Liya menyetujui dengan semangat.
“Hemp! Makasih ya guys.. Kalian emang sahabat aku yang paliiiing baiiik…” Kata Soni dibarengi dengan pelukan ala teletubbies.



“Oke anak anak.. Ibu akhiri wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” ucap bu siti, guru sejarah. Mengakhiri pelajaran beliau.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh!” Koor anak anak kelas 12 IPA 1 itu.
Dan kegaduhan pun dimulai…
“Soni, kapan nih kita ngerjain tugas kelompoknya?” Tanya Liya, yang kebetulan satu kelompok dengan Soni. Ya, tadi itu ibu Siti menugaskan anak-anak kelas 12 IPA 1 membuat makalah tentang ‘kepercayaan masyarakat’. Oh!, jangan lupakan kalau Soni juga satu kelompok dengan Kevin, si lelaki cuek itu.
Anggota kelompok Soni itu ada Soni, Liya, Farel, Kevin dan haris. Saat mengetahui Soni satu kelompok dengan Kevin, soni tidak bisa memendam senyumannya dan sesekali melirik ke arah kevin yang duduk di samping kanannya itu, yang hanya dibalas tatapan dingin darinya. Kembali, Soni hanya menunduk kepalanya dalam-sedalam yang ia bisa. Dia selalu takut saat melihat tatapan Kevin yang selalu menatapnya dingin itu.
“Hari minggu, bisa?” Tanya Soni sambil berurutan menatap Liya, Haris, Farel, daaan… Ah! Dia tidak bisa lama menatap Kevin yang saat itu masih memasang wajah dinginnya.
“Apa sih yang gak buat tuan putri…” Aksi gombal Farel memecah lamunan Soni, dan membuat Soni tersenyum kecil. Dari sudut matanya, dia melirik kearah kevin yang berada di sampingnya itu. Hhhh! Soni hanya bisa mendesah kecil.

Minggu pagi…
Hari ini Soni tampak rajin, tidak biasanya ia bangun pagi dan saat ini sudah mandi. Kadang kalau hari minggu Soni selalu bermanjaan dengan selimutnya, tapi hari ini tidak. Dia kini sedang membantu ibunya menyiapkan makanan.
Drrt drrrttt
Ponsel Soni bergetar pertanda ada sms masuk, dengan segera dia membuka pesan itu.

From: Liya
Soni, nanti jam 9 aku jemput ya! Jangan lupa dandan yang cantik biar si cuek itu terpesona nantinya, hahaha.

Kedua sudut bibir Soni terangkat membentuk sebuah senyuman. Haa… Pagi ini sungguh indah!
Tanpa pikir panjang Soni pun membalas sms Liya

To: Liya
Haha bisa saja!
Send!

Cerpen Karangan: Raudhatul Mardhiyah